Anggaran Belanja Kaltim pada 2022 Capai Rp 11,5 Triliun

Senin, 29 November 2021 718
Ketua DPRD Kaltim, Makmur HAPK
SAMARINDA. Nota Keuangan dan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) APBD Kaltim tahun anggaran 2022 telah disampaikan. Proses pengesahan APBD Kaltim 2022 terus dikebut melalui rapat paripurna ke-29 di gedung D, lantai 6 DPRD Kaltim. Halhasil, ditetapkan bahwa anggaran belanja tahun 2022 mencapai Rp 11,5 triliun. Sebesar Rp 5,82 triliun digunakan untuk belanja operasi. Belanja operasi itu meliputi belanja pegawai sebesar Rp 2,74 triliun, belanja barang dan jasa sebesar Rp 2,64 triliun, belanja hibah Rp 423,45 miliar dan belanja bantuan sosial sebesar Rp 5,91 miliar. Dilanjutkan dengan belanja modal sebesar Rp 1,62 triliun.

Di belanja modal, terbagi menjadi 5 hal. Dimulai dari belanja tanah sebesar Rp 52,70 miliar. Belanja peralatan dan mesin Rp 338,99 miliar. Dilanjutkan dengan belanja modal gedung dan bangunan mencapai Rp 582,96 miliar, jalan jaringan dan irigasi Rp 631,04 miliar, dan belanja modal aset sebanyak Rp 14,58 miliar. Dilanjutkan dengan belanja tidak terduga menjadi Rp 272 miliar. Hal ini meningkat dibanding 2021 silam yang hanya sebesar Rp 251,93 miliar. Belanja tak terduga dipersiapkan untuk antisipasi penanganan Covid-19 atau jika terjadi bencana alam. Pemprov juga telah menyiapkan belanja transfer mencapai Rp 3,78 triliun.

Ketua DPRD Kaltim, Makmur HAPK mengungkapkan bahwa syarat komposisi anggaran Kaltim tahun ini sudah cukup baik. Ada beberapa alasan. Pertama karena Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kaltim tahun ini meningkat menjadi Rp 6 triliun. Diketahui, tahun sebelumnya hanya berkisar Rp 5 triliun. “Jadi selama pandemi sudah bisa meningkat Rp 1 Triliun. Biasanya itu presentasinya banyak Dana Transfer atau Dana Bagi Hasil (DBH) daripada PAD. Jadi kalau dihitung dari Sumber Daya Alam (SDA), ini kecenderungan yang paling banyak itu bagi hasilnya,” jelas Makmur.

Atas hasil pencapaian itu, Makmur menyebut mesti dipertahankan oleh setiap pihak di Kaltim. Terutama bagi para eksekutif dan legislatif. Terlebih lagi, mengingat pandemi sudah tak begitu menimbulkan lonjakan kasus. “Ke depan akan lebih besar lagi pendapatan Kaltim. Jadi kami tidak ada ragu lagi karena kalau ketergantungan DBH juga sangat bahaya,” tandas Makmur. (adv/hms7)
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)