AMHTNSI Wilayah Kalimantan Sharing Ke Komisi I

Jumat, 4 Maret 2022 136
Komisi I DPRD Kaltim saat sharing bersama Asosiasi Mahasiswa Hukum Tata Negara Seluruh Indonesia Wilayah Kalimantan di ruang rapat gedung E lantai 1, Selasa (1/3)
SAMARINDA. Komisi I DPRD Kaltim menggelar sharing bersama Asosiasi Mahasiswa Hukum Tata Negara Seluruh Indonesia (AMHTNSI) Wilayah Kalimantan terkait analisis materil Undang- Undang nomor 3 tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) , Selasa (1/3).

Ahmad Nailul Abrori selaku juru bicara dari perwakilan mahasiswa mengatakan bahwa AMHTNSI nantinya akan bekerja sama dengan Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara Seluruh Indonesia yang konsen dalam kajian-kajian hukum, khususnya hukum tata negara.

“Jadi secara lembaga, bersama dengan kajian-kajian yang sudah kami lakukan dengan Dosen dan teman-teman mahasiswa di berbagai provinsi, mau tidak mau ikut menyepakati kebijakan tersebut namun dengan beberapa catatan,” ujarnya.

Selanjutnya Rahmadani selaku Koordinator Wilayah Kalimantan menambahkan bahwa pemindahan IKN dari Jakarta ke Kaltim yang selanjutnya disebut sebagai Nusantara masih memerlukan proses yang cukup panjang. Meskipun DPR RI telah mengesahkan Undang-Undang nomor 3 tahun 2022 tentang IKN sebagai dasar hukum pemindahan dan pembangunan IKN baru, akan tetapi masih terdapat pasal yang bertentangan dan UUD 1945.

“Terdapat juga sejumlah pasal yang masih bersifat rancu dan perlu lebih diperinci agar nantinya tidak terjadi multi tafsir dalam memahami substansi pasal tersebut,” bebernya.
 
Anggota Komisi I DPRD Kaltim Muhammad Udin didampingi Tenaga Ahli Surahman dan Imam Fajar Siddiq menyampaikan apresiasi atas kehadiran mahasiswa dalam menyampaikan materi terkait undang-undang pembangunan IKN.

Berkaitan dengan hasil kajian dari AMHTNSI maka Komisi I DPRD Kaltim juga masih mengkaji serta berkoordinasi dengan Mendagri terkait dengan undang-undang tersebut.

Ia menegaskan bahwa Komisi I DPRD Kaltim bersama AMHTNSI akan menyampaikan legal opini yang telah dibahas dalam pertemuan ini kepada DPR RI untuk mengkaji pasal-pasal di dalam Undang-Undang nomor 3 tahun 2022 tentang IKN yang bertentangan dengan UUD 1945.

“Dengan semangat dan dorongan dari teman-teman mahasiswa, hasil kajian dari Asosiasi Mahasiswa Hukum Tata Negara Seluruh Indonesia ini akan kita konsultasikan ke DPR RII,” kata politisi partai Golkar ini. (adv/hms8)
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)