Usulan Raperda Perubahan Badan Hukum Perusda SKS Menuai Kontroversi

Selasa, 19 Maret 2024 157
Anggota Komisi II DPRD Kaltim Sapto Setyo Pramono
SAMARINDA. Usulan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perubahan Bentuk Badan Hukum Daerah Perusahaan Daerah Sylvia Kaltim Sejahtera (Perusda SKS) menjadi PT Sylvia Kaltim Sejahtera (PERSERODA) diminta ditunda. Hal itu disampaikan oleh anggota Komisi II DPRD Kaltim Sapto Setyo Pramono. Menurutnya, Perusda SKS belum berkontribusi secara maksimal kepada pendapatan asli daerah (PAD) selama ini. “Ada hal-hal yang perlu dikaji secara komprehensif. Perusahaan ini antara hidup dan mati tidak jelas dan perlu digaris bawahi,” katanya, Jumat (15/3/2024).

Dengan kondisi seperti, pihak komisi di DPRD yang membidangi perlu diajak berkomunikasi. Apalagi, Perusda SKS juga tercatat memiliki hutang tunggakan utang sekitar Rp3 miliar. Tanggungan sebanyak itu tercatat sejak tahun 2009 yang hingga kini belum ada penyelesaian. “Pada tahun 2000 ini ada up and down yang jelas dan tidak jelas dalam artian subtansi tujuannya. Kenapa dibentuk, karena jelas tujuannya untuk meningkatkan peningkatan pendapatan asli daerah. Tapi faktanya hamper berapa tahun tidak ada hasilnya,” jelas Sapto.

Dengan demikian, ia mengusulkan agar permasalahan ini perlu dikaji dan dituntaskan secara komprehensif. Salah satunya, perusda SKS harus diaudit kembali secara independen untuk melihat kondisi finansial yang sebenarnya. “Saya berpendapat apakah dilanjutkan? Apakah ini dilakukan semacam di-close berdasarkan rekomendasi dalam pertemuan beberapa waktu lalu,” ujarnya.

“Waktu itu, asisten yang membidangi menyampaikan untuk melakukan evaluasi menyeluruh sebagai dasar untuk memutuskan. Apakah ini tetap diteruskan, dibubarkan atau digabungkan dengan yang lain,” lanjut Sapto.

Ia pun berharap agar hal tersebut dapat dikaji kembali dan dilakukan pertemuan dengan Komsi ll DPRD Kaltim. Sebab, Sapto tidak menginginkan kedepannya menjadi persoalan. “Jadi kalau menurut saya, jangan sampai ini menimbulkan penyakit di kemudian hari. Jadi harus dikaji dulu. Tapi, kalau mau dilanjutkan menurut pribadi saya itu tidak bisa,” tuturnya.

Sementera itu, Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud sepakat dengan apa yang telah disampaikan oleh koleganya. Pria yang disapa Hamas itu mengaku terkejut adanya usulan perubahan badan hokum Perusda SKS. “Tiba-tiba masuk keparipurna kita kaget juga kan? Instruksi hold dulu sampai ada pertemuan. Perlu diaudit lah atau siap nggak untuk diubah jadi persero,” ucapnya. (hms7)
TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.