Tindaklanjuti Aduan Kelompok Tani Mekar Indah, Komisi I DPRD Kaltim Lakukan Klarifikasi Awal ke PT Mahakam Sumber Jaya

Rabu, 23 Juli 2025 363
Wakil Ketua Komisi I, Agus Suwandy bersama Anggota Komisi I DPRD Kaltim Baharuddin Demmu, saat berdialog dengan manajemen PT MSJ, Rabu (23/7/2025).
Kutai Kartanegara - Komisi I DPRD Provinsi Kalimantan Timur melaksanakan kunjungan kerja ke PT Mahakam Sumber Jaya (MSJ) di Kabupaten Kutai Kartanegara, Rabu (23/7/2025). Kegiatan ini merupakan bentuk tindak lanjut atas surat aduan dari Kelompok Tani Mekar Indah yang berlokasi Desa Separi, Kecamatan Tenggarong Seberang, terkait tuntutan ganti rugi terhadap lahan kelompok tani yang berada dalam wilayah konsesi perusahaan.

Kunjungan tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi I Agus Suwandy, didampingi Anggota Komisi I Baharuddin Demmu, serta turut hadir Tenaga Ahli dan Staf Sekretariat DPRD Kaltim. Kegiatan ini menjadi bagian dari agenda resmi DPRD dalam rangka monitoring dan evaluasi terhadap praktik pembebasan lahan yang dijalankan oleh pihak perusahaan, khususnya dalam konteks tata kelola sumber daya alam mineral, agraria dan kehutanan.

Dalam pertemuan dengan manajemen PT MSJ, Komisi I menggali informasi awal mengenai status pembebasan lahan, luasan konsesi, serta mekanisme kompensasi terhadap masyarakat terdampak.

Aziz, Kepala Teknik Tambang PT MSJ, menjelaskan bahwa lahan yang diklaim oleh Kelompok Tani Mekar Indah telah ditetapkan pemerintah pusat sebagai Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK). Oleh sebab itu, perusahaan tidak memiliki wewenang melakukan pembebasan lahan, namun tetap dapat memberikan kompensasi atas tanaman tumbuh yang terdampak, sesuai ketentuan yang berlaku.

“Selain itu, terdapat tumpang tindih penguasaan lahan, melibatkan kelompok tani lain maupun petani penggarap di lokasi yang sama. Kami tidak akan melakukan pembayaran kompensasi tanpa kejelasan subjek dan objek lahan secara hukum dan teknis,” kata Aziz.

Pihak perusahaan pun sepakat untuk menyerahkan sejumlah data perizinan dan dokumen teknis kepada DPRD guna pengujian terhadap validitas dan keterkaitannya dengan lahan kelompok tani.

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Komisi I DPRD Kaltim, Agus Suwandy menegaskan pentingnya pendekatan yang tidak hanya administratif, tetapi juga ekologis dan sosial. Ia menekankan bahwa penyelesaian persoalan harus berpijak pada regulasi, pemetaan objektif, dan validasi dokumen legal.

“Kami ingin memastikan seluruh proses dilakukan sesuai regulasi dan menjamin hak-hak masyarakat. Terlebih karena kawasan yang dimaksud merupakan bagian dari KBK, maka pendekatannya tidak bisa semata administratif, melainkan juga ekologis dan sosial,” tegas Agus Suwandy.

Ia menegaskan, tanpa validasi dokumen dan koordinat, keputusan kelembagaan tidak dapat diambil secara proporsional. “Kita butuh pemetaan yang objektif. Kalau memang ada tumpang tindih antara konsesi dengan lahan yang dikelola masyarakat di dalam kawasan budidaya kehutanan, maka itu harus ditelusuri berdasarkan regulasi dan fakta di lapangan,” bebernya.

Menurut Agus, penyelesaian persoalan ini tidak hanya menyangkut aspek legal-formal, tetapi juga menyangkut keadilan sosial dan perlindungan terhadap hak-hak warga. “Proses pembebasan lahan harus melibatkan masyarakat dengan tetap berpedoman pada regulasi. Jangan sampai ada ketimpangan yang menimbulkan keresahan,” bebernya.

Sementara itu, Baharuddin Demmu menyampaikan bahwa Komisi I juga akan memverifikasi keterangan dari Kelompok Tani Mekar Indah. “Kami juga ingin mendengar langsung versi masyarakat, bagaimana lahan itu dikelola, sejak kapan, apakah ada bukti penguasaan. Hal ini penting untuk menilai apakah benar terjadi pelanggaran ruang kelola rakyat dalam KBK,” terangnya.

Bahar juga menekankan pentingnya pendekatan berbasis data dan tidak hanya berlandaskan narasi. “Jika sudah ada dokumen legal, peta geospasial, dan data riwayat pengelolaan dari kedua belah pihak, maka DPRD bisa masuk pada rekomendasi konkret. Kita tidak bisa bicara keadilan kalau tidak didasarkan pada informasi yang utuh,” pungkasnya.

Kunjungan kerja ini menegaskan komitmen DPRD Kaltim dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap dampak operasional industri, serta memastikan bahwa pembangunan di Kaltim berjalan selaras dengan prinsip keadilan ruang, perlindungan kawasan budidaya, dan partisipasi publik. (hms6)
TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.