Sutomo Singgung Banjir Gunung Elai Saat Sosper Di Bontang

Kamis, 27 Mei 2021 669
Anggota DPRD Kaltim Sutomo Jabir saat ke Bontang, Minggu, 23 Mei 2021 dalam rangka Sosialisasi Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2019 tentang Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim.
SAMARINDA. Berbagai bencana alam yang muncul di Kaltim kini sedang menjadi konsen pembicaraan sejumlah anggota DPRD Kaltim. Satu diantaranya yakni terkait musibah banjir yang kerap terjadi di sejumlah kabupaten dan kota di Tanah Benua Etam, sebutan Kaltim.

Hal itu pun yang turut dibicarakan anggota Komisi II DPRD Kaltim Sutomo Jabir  saat ke Bontang Minggu, 23 Mei 2021 dalam rangka Sosialisasi Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2019 tentang Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim.

“Lewat Peraturan Daerah atau Perda ini, saya banyak berbicara tentang kewaspadaan akan berbagai potensi bencana alam yang diakibatkan perubahan iklim, iklim. Hingga rusaknya ekosistem alam. Salah satunya yakni persoalan banjir," ungkap Politisi muda ini.

Menurut politikus Partai PKB ini, pada sosialisasi perda kali ini, dia secara khusus menyambangi masyarakat yang ada di Kelurahan Elai, Kecamatan Bontang Utara. Hal itu bukan tanpa alasan. Dia menyebutkan, kalau Gung Elai menjadi kelurahan yang jadi daerah langganan banjir setiap tahunnya.

“Untuk membahas masalah banjir ini sendiri, saya sengaja memilih lokasi sosialisasi perdanya di Jalan Tomat, Kelurahan Gunung Elai, Kecamatan Bontang Utara. Karena saya tahu betul bahwa Kelurahan Gunung Elai adalah tempat yang jadi daerah langganan banjir,” ungkapnya.

Dia menuturkan, yang cukup menyedihkan, banjir yang kerap melanda masyarakat Gunung Elai, bukan terjadi hanya sekali setahun. Tetapi bisa sampai berkali-kali dalam setahun. Bahkan dengan ketinggian bisa mencapai 1 meter lebih. Terutama bila hujan dengan intensitas tinggi.

“Saya kira, masalah seperti ini, tidak boleh terus didiamkan oleh Pemerintah Kota Bontang maupun Pemerintah Kaltim. Ke depan, semua pihak terkait baik masyarakat, organisasi kemasyarakatan, pemerintah, dan instansi terkait lainnya, harus bersinergi untuk mengantisipasi dampak negatif dari banjir yang kerap melanda masyarakat Gunung Elai,” katanya.

Di DPRD Kaltim sendiri, sebagai wakil rakyat dari Daerah Pemilihan (Dapil) Bontang, Kutai Timur, dan Berau, ketua DPC Partai PKB Berau ini berjanji, akan berupaya mendorong Pemerintah Kaltim untuk segera mengeluarkan peraturan gubernur (pergub) dan petunjuk teknis lainnya atas perda yang dia sosialisasikan tersebut.

“Nanti kami upayakan supaya Perda Nomor 7 Tahun 2019 tentang Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim dapat segera diterapkan dengan baik. Sehingga masalah-masalah banjir seperti di Gunung Elai maupun daerah lainnya di Kaltim dapat segera ditangani,” Pungkasnya. (adv/hms5)
TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.