Siti Risky Amalia Sosialisasikan Perda Pajak di Desa Sangkima

Rabu, 30 Juni 2021 172
Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Siti Rizky Amalia
SANGATTA. Guna memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai pajak, Anggota DPRD Kaltim Siti Risky Amalia melaksanakan Sosialisasi Peraturan Daerah (Sosper) Nomor 1 tahun 2011 tentang Pajak Daerah di Desa Teluk Sangkima Kecamatan Sangatta Selatan, Senin (28/6).

Dalam keterangannya, Siti Risky Amalia mengatakan, dalam penyelenggaraan sebuah pemerintahan, penerimaan daerah dari sektor pajak memberikan kontribusi yang sangat besar. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor perpajakan memiliki peran sangat penting. “Untuk itu, guna memastikan pemasukan dari sektor perpajakan, setiap warga negara sudah seharusnya memiliki kesadaran tentang pajak. Kesadaran pajak setiap warga negara merupakan modal psikososial untuk menunaikan kewajibannya sebagai pembayar pajak dan juga sebagai penikmat pajak,” ujarnya.

Sebagai seorang warga negara Indonesia yang baik kata dia, tentu saja perlu memahami kewajiban dan hak masing-masing. Kewajiban dan hak warga negara Indonesia ini telah diatur dalam peraturan perundang-undangan, mulai dari yang tertinggi, yakni Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sampai peraturan pelaksanaan lainnya. “Salah satu bentuk kewajiban warga negara Indonesia yang perlu dilakukan adalah membayar pajak,” sebutnya.

Politisi PPP ini juga mengaku sangat bersyukur, bahwa setelah dirinya mendatangi langsung masyarakat yang ada di Dusun Teluk Kaba, Desa Teluk Singkama, Kecamatan Sangatta Selatan untuk melakukan sosper, mendapat antusis warga setempat. “Syukur Alhamdulillah, masyarakat sangat senang atas kehadiran saya sebagai salah satu wakil mereka di DPRD Kaltim. Tampak, mereka sangat antusias mendapatkan ilmu baru, bahwa sebenarnya membayar pajak itu penting untuk pembangunan,” terang perempuan yang akrab disapa Risky ini.

Alasan mengapa Wakil Rakyat Asal Kutai Timur ini memilih Peraturan Daerah (Perda) Tentang Pajak untuk disosialisasikan, karena faktanya masih banyak masih masyarakat yang belum mengerti mengenai pajak. “Saya berharap, semoga saja perturan-peraturan yang lainnya, seperti perda tentang Bantuan Hukum segara disahkan oleh gubernur. Karena perda bantuan hukum juga lebih mengena ke masyarakat,” harapnya. (adv/hms6)
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)