Shemmy: Proyek Pipanisasi dari Eks Tambang Indominco Solusi Krisis Air Bersih di Bontang

Rabu, 13 November 2024 149
Anggota DPRD Kaltim, Shemmy Permata Sari
SAMARINDA. Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur tengah melaksanakan proyek pipanisasi untuk mendistribusikan air dari lubang-lubang tambang PT Indominco Mandiri di Kilometer 10, poros Bontang-Samarinda, menuju Kota Bontang. Proyek tersebut diharapkan menjadi solusi dalam mengatasi krisis air bersih yang tengah melanda Bontang. Proyek pipanisasi itu akan mengalirkan air yang sudah melalui uji kelayakan dan terbukti layak digunakan untuk kebutuhan rumah tangga maupun industri. 

Shemmy Permata Sari, anggota DPRD Provinsi Kalimantan Timur, menjelaskan bahwa air yang diambil dari bekas tambang PT IMM telah melewati proses uji kelayakan dan hasilnya menunjukkan air tersebut aman untuk digunakan. “Air yang diambil dari bekas tambang PT IMM telah melalui proses uji kelayakan. Alhamdulillah, hasil sampling menunjukkan bahwa air tersebut layak digunakan untuk kebutuhan rumah tangga masyarakat dan industri,” ujar Shemmy, Rabu (13/11/2024).

Selain itu, Shemmy juga menyoroti bahwa proyek pipanisasi ini akan mengatasi keterbatasan sumber air permukaan yang selama ini menjadi tumpuan utama masyarakat Bontang. Pembangunan Reservoir di Kelurahan Gunung Telihan juga merupakan salah satu titik penting dalam proyek ini. Pemerintah Kota Bontang saat ini juga sedang melakukan pembebasan lahan untuk memastikan kelancaran proyek pipanisasi ini.

Proyek ini diperkirakan akan segera selesai dan memberikan pasokan air bersih yang lebih stabil bagi masyarakat Bontang. “Dengan adanya upaya ini, masyarakat diharapkan bisa segera menikmati distribusi air bersih yang lebih baik dan memadai,” lanjut Shemmy. (adv/hms7)
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)