Sengketa Tapal Batas Bontang–Kutim Gagal Dimediasi, Sidrap Menuju Sidang MK Hasanuddin Mas’ud: Semoga Putusan MK Hadirkan Keadilan

Senin, 11 Agustus 2025 114
Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud saat meninjau wilayah Sidrap, lokasi sengketa tapal batas antara Bontang dan Kutim, Senin (11/8). Mediasi gagal, sengketa kini menuju sidang Mahkamah Konstitusi.
SIDRAP, KUTAI TIMUR — Polemik tapal batas antara Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur (Kutim) kembali memanas setelah mediasi yang difasilitasi Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur berujung tanpa kesepakatan. Wilayah Dusun Sidrap, Desa Martadinata, menjadi titik sengketa yang kini akan dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Mas’ud, menyatakan bahwa kedua pihak telah menyepakati untuk tidak sepakat, sehingga penyelesaian akan dilanjutkan melalui jalur hukum.

“Kita menunggu hasil sidang MK. Apakah Sidrap masuk ke wilayah Bontang atau Kutim?” ujar Hasanuddin seusai menghadiri kegiatan di Sidrap, Senin (11/8/2025).

Sebelumnya, MK melalui putusan sela telah menugaskan Gubernur Kaltim untuk memediasi kedua belah pihak. Mediasi pertama di Jakarta, (31/7) lalu gagal mencapai titik temu, dan verifikasi lapangan yang dilakukan di Sidrap pun tak berhasil menyatukan sikap.

Hasanuddin menekankan bahwa persoalan batas wilayah bukan sekadar garis di peta, melainkan menyangkut kejelasan administrasi pemerintahan dan pelayanan publik.

“Faktanya, warga Sidrap lebih banyak menerima layanan dari Kota Bontang, baik pendidikan, kesehatan, hingga infrastruktur. Bahkan aktivitas harian mereka bergantung pada fasilitas milik Pemkot Bontang,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa DPRD Kaltim hadir untuk memastikan proses berjalan transparan, akuntabel, dan aspiratif.

Di sisi lain, Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman menegaskan penolakannya terhadap wacana penggabungan Sidrap ke Bontang. Menurutnya, pemerintah daerah memiliki kewajiban hukum untuk memberikan pelayanan dasar kepada masyarakat di wilayah administrasinya.

"Tanggung jawab kepala daerah itu wajib hukumnya. Dan ini akan terus kami lakukan,” tegas Ardiansyah.

Sementara itu, Wali Kota Bontang Neni Moerniaeni menyampaikan bahwa aspirasi warga Sidrap menjadi dasar sikap Pemkot Bontang. Ia menyebutkan ada tujuh RT dengan luas sekitar 164 hektare yang menginginkan bergabung ke Bontang.

“Kami memohon keikhlasan dari Bapak Bupati Kutim agar wilayah ini masuk ke Bontang. Tanpa kepastian hukum, pembangunan infrastruktur sulit dilakukan,” ujar Neni.

Atas ketidaksepakatan ini, Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud menegaskan bahwa seluruh unsur, baik pusat maupun daerah, termasuk tokoh masyarakat Sidrap, telah dilibatkan dalam proses
mediasi. Dengan tidak tercapainya kesepakatan, sengketa ini akan kembali bergulir di Mahkamah Konstitusi.(hms/sis)
TULIS KOMENTAR ANDA
DPRD Kaltim Tutup Forum Mediasi, Proses Hukum terhadap RSHD Siap Dilanjutkan
Berita Utama 24 September 2025
0
SAMARINDA — Komisi IV DPRD Provinsi Kalimantan Timur menegaskan tidak akan lagi membuka forum mediasi terkait perselisihan hubungan industrial antara eks karyawan dan manajemen Rumah Sakit Haji Darjad (RSHD) Samarinda. Keputusan ini merupakan tindak lanjut dari pelaksanaan Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar bersama sejumlah pihak terkait, yakni Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Kaltim, Advokat dan Konsultan Hukum ex karywan, serta perwakilan eks karyawan RSHD, Rabu (24/9/2025). Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, Darlis Pattalongi, menyampaikan bahwa forum mediasi dinyatakan ditutup setelah pihak manajemen RSHD tidak menunjukkan itikad baik dalam penyelesaian masalah, bahkan tidak menghadiri empat kali undangan resmi dari DPRD. “Kami sudah menyimpulkan bahwa forum ini tidak akan dibuka kembali. Pihak manajemen RSHD telah melecehkan lembaga DPRD dengan tidak menghadiri empat kali undangan RDP. Padahal Disnakertrans selalu hadir dan DPRD tetap memberikan perhatian penuh terhadap persoalan ini,” kata Darlis, sapaan akarabnya. Dalam RDP tersebut, Disnakertrans Kaltim menyampaikan bahwa telah diterbitkan Nota Pemeriksaan II sebagai konsekuensi atas pengabaian kewajiban oleh pihak manajemen RSHD. Nota tersebut berlaku selama tujuh hari, terhitung sejak hari ini dan akan berakhir pada 2 Oktober 2025. “Kami memilih untuk menunggu hingga tenggat waktu berakhir. Jika tidak ada penyelesaian dari pihak RSHD, maka proses hukum akan dilanjutkan dan DPRD akan mengawal sepenuhnya bersama Disnakertrans,” terang Darlis. Dirinya menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap kondisi para eks karyawan RSHD yang hingga kini belum menerima hak-haknya. Dalam forum RDP, perwakilan karyawan menyampaikan langsung dampak sosial dan ekonomi yang mereka alami akibat belum terpenuhinya kewajiban perusahaan. “Mereka bukan lagi calon korban, mereka sudah menjadi korban. Ketika pengusaha bermain-main dengan aturan, karyawanlah yang selalu dirugikan. Pemerintah tidak punya pilihan lain selain menempuh jalur hukum,” jelas Politisi PAN ini. Darlis memastikan, DPRD Kaltim akan terus mengawal proses hukum agar berjalan transparan, akuntabel, dan berpihak pada keadilan. Ia menegaskan bahwa keputusan hukum nantinya harus benar-benar berpihak kepada keadilan bagi para karyawan. “Kami pastikan bahwa Komisi IV akan mengawal proses hukum ini. Keputusan hukum nantinya harus benar-benar adil dan berpihak pada karyawan. RSHD wajib melunasi seluruh tunggakan setelah ada keputusan hukum yang bersifat tetap,” tutup Darlis. Total kewajiban RSHD terhadap eks karyawannya tercatat mencapai Rp 1,3 miliar per Oktober 2025, dan nilai tersebut dipastikan akan bertambah seiring waktu jika tidak segera diselesaikan. (adv/akb)