Reses disejumlah daerah di Kutai Barat, Anggota DPRD Kaltim Ekty Imanuel mendapat sejumlah aspirasi. Salah satunya terkait dunia pendidikan di Kutai Barat, pasalnya sejumlah kecamatan mayoritas kampungnya tidak ada signal untuk internet. Padahal hingga saat ini pemberlakuan jam belajar siswa masih belum sepenuhnya tatap muka dan masih menggunakan online. “Ini tentu kesulitan yang luar biasa dihadapi bukan hanya para orang tua, namun juga anak-anak sekolah terganggu akibat kendala ini. Bukan hanya itu, ada beberapa sekolah juga yang fasilitas sekolahnya tidak layak
Disana untuk bidang kesehatannya, Ekty juga menerangkan didaerah tersebut mengalami kendala seperti keterbatasan tenaga medis. Selain itu, masalah yang selalu menjadi keluhan yaitu terkait infratsruktur yang terkesan tertinggal. Ekty menanggapi bahwa semenjak tahun 2020 pandemi covid melanda ada beberapa anggaran yang terpaksa dipangkas. Seperti di Pemprov Kaltim, Kabupaten/Kota juga demikian sehingga sejumlah sektor cukup terganggu akibat pemotongan anggaran. “Ini tentu masalah besar dalam pembangunan daerah, selama ini seperti kabupaten Kutai Barat dan Mahakam Ulu APBD nya tidak besar. Untuk belanja langsung aja ngos-ngosan apalagi diperuntukkan bagi infrastruktur,”
Jadi memang kabupaten berharap penuh kepada pemerintah provinsi Kaltim untuk bisa membagikan dananya salah satunya melalui Bantuan Keuangan (Bankeu). Begitupun dari pemerintah pusat, bagi Kabupaten bantuan dana sangat berarti misalnya melalui Dana Alokasi Umum (DAU) atau Dana Alokasi Khusus (DAK).
Sementara itu, menyinggung masalah infrastruktur Ekty mengaku sudah berkomunikasi dengan Kepala Balai Jalan Nasional terkait kondisi jalan dari Samarinda ke Kutai Barat. Berdasarkan informasi yang ia dapat sejak Januari 2021 soal perbaikan jalan sudah melalui Multiyears Contract (MYC), terdapat 3 perusahaan yang memenangkan tendernya. Yaitu sektor pertama dari Samarinda hingga arah Kota Bangun SP1 kemudian Kersak lalu Bongan, dari Bongan ke Kubar. “Selama sebulan terakhir saya bolak balik Kubar bagusnya hanya waktu pak Gubernur kesana saja. Kalau saat ini sektor Kota Bangun ke Samarinda, sejak awal tahun batu split yang ditumpuk hanyut oleh air tidak dikerjakan dan ini juga proses pengawasannya bukan di kita, karena APBN pendanaannya. Sehingga kuncinya sinergisitas, kita diprovinsi biasanya cuman menyampaikan atensi tidak bisa berbuat apa-apa. Jalannya rusak parah, waktu tempuh yang biasanya 6 hingga 7 jam sekarang 9 hingga 10 jam,” urai Ekty. (adv/hms5)
Disana untuk bidang kesehatannya, Ekty juga menerangkan didaerah tersebut mengalami kendala seperti keterbatasan tenaga medis. Selain itu, masalah yang selalu menjadi keluhan yaitu terkait infratsruktur yang terkesan tertinggal. Ekty menanggapi bahwa semenjak tahun 2020 pandemi covid melanda ada beberapa anggaran yang terpaksa dipangkas. Seperti di Pemprov Kaltim, Kabupaten/Kota juga demikian sehingga sejumlah sektor cukup terganggu akibat pemotongan anggaran. “Ini tentu masalah besar dalam pembangunan daerah, selama ini seperti kabupaten Kutai Barat dan Mahakam Ulu APBD nya tidak besar. Untuk belanja langsung aja ngos-ngosan apalagi diperuntukkan bagi infrastruktur,”
Jadi memang kabupaten berharap penuh kepada pemerintah provinsi Kaltim untuk bisa membagikan dananya salah satunya melalui Bantuan Keuangan (Bankeu). Begitupun dari pemerintah pusat, bagi Kabupaten bantuan dana sangat berarti misalnya melalui Dana Alokasi Umum (DAU) atau Dana Alokasi Khusus (DAK).
Sementara itu, menyinggung masalah infrastruktur Ekty mengaku sudah berkomunikasi dengan Kepala Balai Jalan Nasional terkait kondisi jalan dari Samarinda ke Kutai Barat. Berdasarkan informasi yang ia dapat sejak Januari 2021 soal perbaikan jalan sudah melalui Multiyears Contract (MYC), terdapat 3 perusahaan yang memenangkan tendernya. Yaitu sektor pertama dari Samarinda hingga arah Kota Bangun SP1 kemudian Kersak lalu Bongan, dari Bongan ke Kubar. “Selama sebulan terakhir saya bolak balik Kubar bagusnya hanya waktu pak Gubernur kesana saja. Kalau saat ini sektor Kota Bangun ke Samarinda, sejak awal tahun batu split yang ditumpuk hanyut oleh air tidak dikerjakan dan ini juga proses pengawasannya bukan di kita, karena APBN pendanaannya. Sehingga kuncinya sinergisitas, kita diprovinsi biasanya cuman menyampaikan atensi tidak bisa berbuat apa-apa. Jalannya rusak parah, waktu tempuh yang biasanya 6 hingga 7 jam sekarang 9 hingga 10 jam,” urai Ekty. (adv/hms5)