Rekomendasi Pansus LKPJ: Pemprov Kaltim Diminta Perjuangkan Bagi Hasil Sumber Daya Alam dan Maksimalkan PAD

Selasa, 10 Juni 2025 88
Rapat finalisasi penyusunan rekomendasi Pansus LKPj Gubernur Kaltim Tahun 2024.
SAMARINDA - Panitia Khusus (Pansus) Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2024 memberikan sejumlah rekomendasi kepada Pemprov Kaltim sebagai upaya dalam meningkatkan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah dan memastikan kebijakan yang diambil selaras dengan kebutuhan masyarakat.

Ketua Pansus LKPj Gubernur Kaltim Agus Suwandi menuturkan rekomendasi sebagai bentuk hasil kerja pansus dalam mengevaluasi kinerja pemerintah provinsi selama satu tahun anggaran. Rekomendasi dimaksud mencakup perbaikan di berbagai aspek seperti infrastruktur, pendidikan, kesehatan, hingga tindaklanjut hasil rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Ia mencontohkan, pansus meminta Pemprov Kaltim untuk memperjuangkan kebijakan bagi hasil atas penggunaan kawasan hutan (PKH), denda administrasi, serta penjualan hasil tambang kepada pemerintah pusat. Dorongan ini didasarkan pada Pasal 123 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), yang mengatur mekanisme penerimaan daerah. 

Pansus menilai, penguatan regulasi terkait distribusi pendapatan dari sektor kehutanan dan pertambangan sangat penting bagi daerah penghasil guna mengatasi berbagai dampak lingkungan dan sosial akibat eksploitasi sumber daya alam.

Rekomendasi, lanjut dia, mendesak Pemprov Kaltim untuk segera menindaklanjuti rekomendasi BPK terkait pemutakhiran sistem pengelolaan pendapatan pajak daerah dan peningkatan PAD. Salah satu aspek yang menjadi perhatian adalah peningkatan sistem deteksi otomatis terhadap wajib pajak orang pribadi yang memiliki kendaraan lebih dari satu, khususnya bagi mereka yang berpotensi dikenakan pajak progresif. Penerapan sistem ini diharapkan mampu meningkatkan akurasi pemungutan pajak dan optimalisasi pendapatan daerah.

“Kami mendesak Pemprov Kaltim untuk segera berkoordinasi dengan instansi terkait, termasuk UPTD Pengelolaan Pendapatan Daerah (PPRD) di Samarinda, Balikpapan, Bontang, Kutai Barat, Paser, dan Kutai Timur, agar sistem deteksi pajak progresif dapat segera diterapkan,” ujarnya dalam rapat pembahasan rekomendasi LKPJ,” kata Agus Suwandi saat memimpin rapat finalisasi rekomendasi Pansus LKPJ Gubernur Kaltim, Balikpapan, Selasa (10/6/2025).

Selain itu, pansus merekomendasikan Pemprov Kaltim untuk menyusun rancangan Peraturan Gubernur (Pergub) terkait dasar pengenaan pajak alat berat. Langkah ini dilakukan mengingat Nilai Jual Alat Berat (NJAB) belum ditetapkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 8 Tahun 2024 maupun Pergub Nomor 2 Tahun 2025.

Dalam pembahasan LKPJ, Pansus menilai bahwa ketiadaan regulasi NJAB berpotensi menghambat optimalisasi penerimaan daerah dari pajak alat berat. Oleh karena itu, penyusunan Pergub ini dianggap krusial untuk memberikan kepastian hukum bagi pemerintah daerah serta pelaku usaha.

Pansus mengusulkan pembentukan tim khusus yang terdiri dari unsur perangkat daerah terkait, Komisi DPRD Kaltim yang membidangi pendapatan, kepolisian, dan Kejaksaan. Tim ini bertugas mengoptimalkan penerimaan daerah dari pajak alat berat, yang selama ini masih menghadapi berbagai kendala dalam pemungutan dan pengawasan. Pansus menilai bahwa keterlibatan lintas sektor dalam pengelolaan pajak alat berat dapat meningkatkan efektivitas pelaksanaan regulasi, mempersempit celah kebocoran pendapatan, dan memperkuat penegakan hukum bagi wajib pajak yang tidak patuh.

“Kami mendorong Pemprov Kaltim untuk segera membentuk tim teknis yang melibatkan unsur DPRD, kepolisian, dan Kejaksaan agar pengawasan pajak alat berat lebih efektif, sehingga pendapatan daerah dapat dimaksimalkan,” ungkapnya dalam rapat pembahasan rekomendasi.(hms4)
TULIS KOMENTAR ANDA
Pansus RPJMD Tegaskan Komitmen Percepatan Penuntasan Tapal Batas Wilayah Kaltim
Berita Utama 24 Juli 2025
0
JAKARTA — Panitia Khusus (Pansus) pembahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kalimantan Timur 2025–2029 terus mengakselerasi langkah strategis demi memastikan kejelasan kewilayahan yang adil dan komprehensif. Salah satu langkah kuncinya adalah melalui agenda konsultatif yang digelar di Ditjen Bina Administrasi Kewilayahan, Kemendagri, pada Kamis (24/7/2025). Pertemuan yang dipimpin oleh Ketua Pansus RPJMD DPRD Kaltim Syarifatul Syadiah ini turut dihadiri oleh sejumlah pemangku kepentingan lintas institusi, antara lain Kasubdit Wilayah II Ditjen Adwil Kemendagri Teguh Subarto, Kepala Biro Pemerintahan Setda Kaltim Siti Sugianti, Asisten I Pemkab Berau Hendratno, Kabid PPM Bappeda Kaltim Misoyo, serta perwakilan dari instansi terkait. Dalam diskusi intensif tersebut, Pemerintah Provinsi Kaltim melalui Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah (POD) memaparkan sejumlah titik krusial yang masih menyisakan ketidakjelasan tapal batas antar kabupaten dan kota, seperti Paser dengan Penajam Paser Utara, Penajam Paser Utara dengan Kutai Barat, Kutai Barat dengan Mahakam Ulu, Kutai Timur dengan Berau, dan Kutai Barat dengan Kutai Kartanegara. Tak hanya batas internal antar kabupaten dan kota, permasalahan batas wilayah antarprovinsi juga menjadi perhatian, khususnya antara Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Segmen batas seperti Kutai Barat dan Barito, Mahakam Ulu dengan Barito dan Murung Raya, serta Paser dengan Barito belum memperoleh kepastian hukum dari pemerintah pusat. “Jangan sampai masyarakat dirugikan hanya karena batas wilayah belum jelas. Ini berpengaruh langsung terhadap pelaksanaan APBD dan kejelasan kewenangan pembangunan,” tegas Syarifatul Sya’diah. Langkah koordinatif ini merupakan bagian integral dari upaya memastikan RPJMD 2025–2029 disusun secara realistis dan berkeadilan, dengan mempertimbangkan dinamika dan aspirasi kewilayahan secara menyeluruh.  Selain itu, penyelesaian tapal batas diyakini dapat memperkuat integritas tata kelola pemerintahan, mencegah tumpang tindih pelayanan, serta memperjelas hak dan kewajiban daerah dalam pembangunan lintas sektor. Dengan kolaborasi aktif antara DPRD, Pemprov, dan Kemendagri, diharapkan percepatan penyelesaian batas wilayah ini segera mencapai kepastian hukum dan dapat diterjemahkan dalam perencanaan pembangunan yang lebih responsif dan merata hingga ke pelosok Kalimantan Timur.(hms9/hms6)