Rapat Dengar Pendapat Bersama OPD

Rabu, 11 Desember 2024 793
RAPAT EVALUASI : Pimpinan DPRD Kaltim bersama Pansus Pembahas Pokir DPRD Kaltim melakukan rapat evaluasi bersama OPD terkait Kamus Usulan Aspirasi DPRD Kaltim, Rabu (11/12)
BALIKPAPAN. Pansus Pembahas Pokok-pokok Pikiran DPRD Kaltim bersama Pimpinan DPRD Kaltim menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Organisasi Pimpinan Daerah (OPD) Pemprov Kaltim, Rabu (11/12/2024).

Rapat ini dimaksud membahas Evaluasi Kamus Usulan Aspirasi DPRD 2025 dan Perubahan 2024, serta Referensi Kamus Usulan 2026.

 
Pertemuan sesi pertama ini dipimpin Wakil Ketua Pansus Pembahas Pokir DPRD Kaltim Muhammad Samsun, didampingi Ketua Pansus Baharuddin Demmu, dan Wakil Ketua DPRD Kaltim Yenni Eviliana, serta dihadiri sejumlah Anggota Pansus yakni H Baba, Agus Aras, Selamar Ari Wibowo, dan Damayanti.
 
Sementara, OPD Pemprov Kaltim dihadiri BAPPEDA, BPKAD, Biro Hukum, Dinas Pangan Tanaman Pangan dan Holtikultura (DPTPH), Dinas Perkebunan (Disbun), Dinas Kehutanan (Dishut), Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), dan Dinas Peternakan.
 
Ketua Pansus Baharuddin Demmu mengatakan, rapat tersebut khusus mengevaluasi kamus usulan Pokir 2024 Perubahan dan 2025. “Nah disampaikan tadi, ada beberapa hal, misalnya mengenai persyaratan. Kita bersepakat, bahwa syarat yang memang tidak menjadi wajib itu mungkin dikurangi,” ujarnya
 
Kedua kata dia, berdasarkan presentasi yang disampaikan masing-masing OPD, khusus untuk kamus usulan 2024 dan 2025, tidak ada perubahan yang signifikan. “Memang ada beberapa kamus usulan yang ditambah. Misalnya, Dinas Perikanan akan menambah tiga kamus usulan,” bebernya
 
Pertemuan awal ini disampaikan Demmu, sapaan akrabnya, masih pada tahap mengumpulkan informasi, belum melakukan proses input.

“Karena memang, pertemuan hari ini (kemarin) baru tahap evaluasi. Nanti ada pertemuan khusus, dan pansus juga minta kepada seluruh anggota DPRD untuk mengusulkan program-program sampai tanggal 25 Desember mendatang,” terang dia.

 
Program ini nantinya lanjut dia, akan disinkronkan dengan program pemerintah pada pertemuan selanjutnya.

“Anggota DPRD yang ada terima usulan, rencananya itu nanti disinkronkan pada saat ketemu dengan pemerintah,” sebut Demmu.

 
Hanya saja, apakah usulan-usulan anggota dewan dari hasil reses bisa dibuatkan kamus.

Menurut Demmu, hal itu akan ditindaklanjuti pada pertemuan selanjutnya Pansus dengan Pemprov Kaltim.

“Karena, saya kira tidak semua usulan yang didapat saat reses bisa dibuatkan kamus. Tapi, semaksimal mungkin, sesuai dengan kewenangan, pasti akan kita usahakan untuk dimasukkan, dan tentu saja tidak bertentangan secara aturan,” jelas Politisi PAN ini.

 
Senada, Wakil Ketua Pansus Pokir DPRD Kaltim, Muhammad Samsun mengatakan, sebagai wakil rakyat yang dipercaya untuk menyuarakan aspirasi rakyat, tentu harus merespon permintaan dari masyarakat. Baik berupa hasil reses, maupun hasil kunjungan lapangan.
 
“Itu akan kami rumuskan di dalam pokir dewan. Pokir ini nantinya yang kita sinkronkan dengan program kerja pemerintah dalam hal ini dinas terkait dalam bentuk kamus usulan. Kamus usulan inilah yang akan menjadi panduan kita dalam merumuskan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) 2026,” ucap Samsun.
 
Kamus usulan kata dia, merupakan kesepakatan dinas terkait, dan program yang sudah dituangkan dalam RKPD, serta disinkronkan dengan permintaan masyarakat atau usulan dari masyarakat dalam bentuk Pokir DPRD.
 
“Nah, ini yang harus kita sepakati dalam bentuk kamus usulan, agar masing-masing memiliki dasar, memiliki fondasi legalitas yang kuat, sehingga ketika kita usulkan, anggarkan dan laksanakan, itu memiliki dasar hukum yang kuat,” pungkas Politisi PDI Perjuangan ini. (adv/hms6)
 
TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.