Pengelolaan SDA Harus Lebih Efisien dan Ramah Lingkungan. Bahar Sebut, Pemerintah Memiliki Peran Penting Dalam Mengelola SDA

Selasa, 3 Desember 2024 1161
Anggota DPRD Kaltim Bahruddin Demmu

SAMARINDA. Sebagai daerah yang kaya akan sumber daya alam, Kaltim dituntut dapat mengelola hasil alamnya dengan baik dan maksimal untuk kesejahteraan masyarakatnya sebagaimana diamanatkan undang-undang.

Namun, pengelolaan yang professional tanpa merusak lingkungan tampaknya masih sulit dilakukan sebagian perusahaan yang bergerak pada sektor tersebut, misalkan migas dan batu bara.

Menanggapi hal itu, Anggota DPRD Kaltim Baharuddin Demmu mengatakan, Kaltim yang sejatinya memiliki potensi alam melimpah harus diimbangi dengan pengelolaan yang ramah lingkungan.

“Seperti pertambangan, banyak kasus pengrusakan alam yang terjadi akibat ulah tambang. Jadi jangan hanya sekedar mengeruk tapi tidak bertanggung jawab,” ujarnya.

Menurut Politisi Fraksi PAN ini, banyak izin eksplorasi alam yang disetujui begitu saja, tanpa memahami isi kontrak persetujuan itu sendiri serta tak ada pengawasan ketat operasionalnya dari instansi terkait. “Terlebih tidak ada tindakan berarti saat perusahaan itu meninggalkan bekas lahan eksploitasi yang kondisinya merugikan,” sebut dia.

Bahar juga menyinggung, bukan hanya perusahaan asing, perusahaan lokal dengan skala kecil pun kerap berlaku nakal. Meski sekarang perijinan pertambangan diatur oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah tidak boleh tinggal diam.

“Disinilah perlu koordinasi antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat, dan diperlukan payung hukum serta tindakan tegas pemerintah. Jangan malah terlibat dalam pengrusakan yang dilakukan sejumlah oknum perusahaan yang tidak bertanggung jawab,” sindirnya.

Wakil Rakyat asal Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kukar ini menilai bahwa peran pemerintah sangat sentral pada kondisi seperti itu. “Harus ada kesamaan visi tentang membangun daerah demi masa depan yang berkesinambungan. Jangan semata membangun dengan konsep instan yang tidak berdampak jangka panjang,” jelas Bahar. 

Ia juga menegaskan bahwa praktik eksploitasi sumber daya alam yang memanfaatkan sumber daya alam secara sewenang – wenang ataupun berlebihan akan berdampak negatif bagi alam dan manusia. “Apa yang didapat rakyat Kaltim? Saya mau tau? Kalau toh ada, paling segelintir orang, buktinya angka kemiskinan kita masih tinggi,” sebut dia.

Oleh karena itu, pengelolaan sumber daya alam harus diarahkan pada penggunaan sumber daya alam yang lebih efisien dan ramah lingkungan. Pemerintah kata dia memiliki peran penting dalam pengelolaan sumber daya alam yang bijaksana dan berkelanjutan.

”Pemerintah dapat membuat kebijakan yang mengatur penggunaan sumber daya alam, memastikan bahwa pengambilan sumber daya alam dilakukan secara bertanggung jawab, dan mendorong penggunaan sumber daya alam yang lebih ramah lingkungan,”bebernya.

Selain itu, lanjut dia, pemerintah juga dapat memberikan insentif bagi perusahaan dan masyarakat yang melakukan pengelolaan sumber daya alam yang bijaksana dan berkelanjutan.

”Pengelolaan sumber daya alam yang bijaksana dan berkelanjutan bukan hanya tanggung jawab pemerintah. Masyarakat juga harus turut serta dalam pengelolaan sumber daya alam dengan melakukan tindakan yang ramah lingkungan dalam kehidupan sehari-hari,” tutup Bahar. (adv/hms6)

TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.