Pansus Kepariwisataan Usulkan Periodesasi Riparprov Kaltim 5 Tahun Atau Lebih

Jumat, 13 Mei 2022 103
Pansus Kepariwisataan saat melakukan kunjungan kerja ke kantor Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI di Jakarta, Jumat (13/5) lalu.
JAKARTA. Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kaltim Pembahas Ranperda tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi (Riparprov) Kaltim melakukan kunjungan kerja ke Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif / Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia (RI) di Jakarta, Jumat (13/5) lalu.

Kunjungan Pansus yang diterima diruang Direktorat Pengembangan Destinasi lantai 4 kantor Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI tersebut adalah dalam rangka konsultasi pembangunan kepariwisataan Kaltim dan draft Ranperda Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Kaltim.

Memimpin rombongan Ketua Pansus Veridiana Huraq Wang didampingi anggota Pansus yakni Ananda Emira Moeis, Yenni Eviliana dan Abdul Kadir Tappa. Rombongan Pansus diterima langsung oleh Hendri Karnoza selaku Koordinator Area 2 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI.

Veridiana mengatakan, dari hasil pertemuan serta konsultasi tersebut, Pansus akan menunggu surat dari Biro Hukum Kementerian Pariwisata dan Pansus mendapat dukungan untuk melakukan periodesasi ini karena kembali lagi kepada kebutuhan daerah.

“Kami dari Pansus sendiri berjuang supaya periodesasi Riparprov ini , minimal lima tahun, supaya menjamin keberlangsungan kegiatan kepariwisataan di Kaltim. Nanti akan ada investasi kemudian ada perencanaan dan kebijakan pembangunan dari dinas-dinas terkait,”sebut Veridiana.

Menurutnya, kalau hanya 2 tahun mungkin hanya perencanaan dan belum bisa maksimal. “Intinya, kita menunggu surat dari Biro Hukum Kementerian Pariwisata, dan tadi saya mendesak agar tidak dalam waktu yang lama, karena kita akan mengejar agar Perda ini selesai di bulan Juni,” ujar Politisi PDI Perjuangan ini.

Lebih lanjut ia menerangkan bahwa periodesasi Riparprov ini diharapkan 10 sampai 15 tahun, namun Pansus akan mengusulkan 5 tahun apabila tidak bisa lebih. Didalam klausul penutup dari rancangan Perda ini nanti akan Pansus tambahkan klausul yang bisa memberi peluang agar Perda bisa diperpanjang 10 sampai 15 tahun.

“Harapan saya sebagai ketua Pansus, saya ingin segera selesai kegiatan ini, dan Ranperda ini bisa menjadi Perda definitif dalam waktu dekat,” pungkasnya. (adv/hms8)
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)