Pansus Jalan Umum dan Khusus Tegaskan ke Perusahaan Agar Taat Perda

Senin, 11 April 2022 201
Rapat dengar pendapat Pansus pembahas Raperda Jalan Umum dan Jalan Khusus dengan beberapa perusahaan pertambangan di Samboja, Senin (11/4).///
SAMARINDA. Panitia Khusus (Pansus) Pembahas Raperda Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Jalan Umum dan Jalan Khusus Untuk Kegiatan Pengangkutan Batubara dan Kelapa Sawit menggelar rapat dengar pendapat dengan perusahaan pertambangan di Samboja, Kutai Kartanegara yakni CV Java Hunian, CV Arini Prima Coal, dan PT Apriadi Bersaudara, Senin (4/11).

Ketua Pansus Jalan Umum dan Khusus Ekti Emanuel menegaskan bahwa penggunaan jalan umum baik sebagai lintasan atau jalan utama dalam distribusi atau angkutan hasil batubara dan kelapa sawit melanggar peraturan daerah.

“Secara bertahap perusahaan di seluruh Kaltim diberikan pemahaman agar mematuhi peraturan daerah sebagai produk hukum yang bersifat mengikat. Peraturan dibuat untuk ditaati untuk kepentingan orang banyak,”tegas Ekti pada rapat yang dihadiri Baba, Agiel Suwarno, Syarkowi V Zahri, Mimi Meriami Br Pane, Yusuf Mustafa, Edy Sunardi Darmawan, dan Harun Al Rasyid.

Pihaknya menyayangkan alasan perusahaan pertambangan yang mengaku tidak tahu terhadap peraturan daerah tersebut dan tidak tahu mekanisme melakukan perizinan apabila melintasi jalan umum.

Hal senada diutarakan Syarkowi V Zahri yang menyayangkan perusahaan yang berlindung dibalik alasan tidak mengetahui adanya peraturan daerah dimaksud.

“Alasan kurang tepat karena tidak ada alasan untuk tidak mengetahui terlebih dalam pengurusan perizinan baik Izin Usaha Pertambangan ataupun Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara(PKP2B) seharusnya mengetahui,” katanya.

Ia menambahkan penggunaan jalan umum baik lintasan maupun menjadi akses utama dalam angkutan batubara maka sesuatu yang melanggar peraturan daerah. Oleh sebab itu maka perlu perlunya pemahaman yang merata atar perusahaan pertambangan dan kelapa sawit. (adv/hms4)
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)