JAKARTA— Dalam rangka membahas penguatan regulasi dan penataan ulang sektor pertambangan di Kalimantan Timur (Kaltim), Komisi III DPRD Kaltim melakukan audiensi intensif dengan Komisi XII DPR RI di Gedung Nusantara I, Jakarta, Rabu (25/6/2025). Pertemuan ini menjadi momentum strategis dalam menyuarakan keprihatinan dan masukan dari daerah terhadap berbagai permasalahan sektor energi dan sumber daya mineral yang masih marak terjadi di Kaltim.
Rombongan Komisi III DPRD Kaltim dipimpin oleh Wakil Ketua Akhmed Reza Fachlevi, didampingi Sekretaris Komisi Abdulrahman KA, serta anggota lainnya yakn Sayid Muziburachman, Baharuddin Muin, Abdul Rahman Agus, Husin Djufrie, Syarifatur Syadiah, Abdul Rahman Bolong, dan Jahidin. Mereka diterima oleh Anggota Komisi XII DPR RI, Syafruddin, Sigit, dan Rico. Dalam penyampaiannya, Wakil Ketua Komisi III DPRD Katim Akhmed Reza Fachlevi menegaskan bahwa pihaknya selama tahun 2025 menghadapi ledakan permasalahan tambang. Salah satunya adalah masifnya aktivitas penambangan tanpa izin yang hingga kini belum tertangani secara tegas.
“Aktivitas ilegal ini bukan hanya merugikan negara secara fiskal, tetapi juga melukai rasa keadilan masyarakat dan melemahkan wibawa hukum,” ujarnya.
Selain itu, penggunaan jalan umum oleh perusahaan tambang untuk hauling dan crossing dinilai telah merusak infrastruktur publik serta membahayakan keselamatan warga. Tak hanya itu, banyak area tambang berada di sekitar pemukiman dan fasilitas umum, menciptakan potensi risiko jangka panjang bagi masyarakat.
“Belum lama ini kami menyaksikan dua kejadian longsor di Kutai Kartanegara, yakni di Desa Batuah dan Kelurahan Pendingin, sebagai dampak langsung dari lemahnya penataan dan pengawasan tambang,” ungkap pria yang akrab disapa Reza ini. Ia menyebut kejadian tersebut sebagai cerminan dari kegagalan sistemik dalam pelaksanaan tata ruang dan lingkungan.
Ia juga menyinggung lemahnya implementasi Program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) yang menjadi kewajiban perusahaan berdasarkan Permen ESDM. Banyak perusahaan dinilai belum melaksanakan program secara transparan, inklusif, dan berkelanjutan.
“Bukan hanya masalah teknis, ini soal keadilan sosial. Masyarakat terdampak tambang harus mendapat manfaat nyata, bukan hanya janji-janji pemberdayaan,” tegas Reza. Komisi III kata dia mengharapkan, bahwa masukan ini dapat ditindaklanjuti oleh Komisi XII melalui Panja Minerba dan Panja Lingkungan. Dengan begitu, DPR RI dapat menyampaikan hasilnya kepada kementerian teknis dan aparat penegak hukum, terutama dalam mempercepat langkah-langkah pemberantasan tambang ilegal.
Anggota Komisi XII DPR RI Dapil Kaltim, Syafruddin, menyambut baik pemaparan tersebut. Ia berjanji akan mendorong pembahasan secara spesifik dalam panitia kerja.
“Negara mengalami kerugian besar akibat tambang ilegal, karena tidak ada PNBP yang masuk. Ini tak bisa dibiarkan. Kita akan dorong penanganannya di panja,” ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa regulasi tata ruang dan pengawasan harus diperkuat. “Kegiatan tambang ilegal ini bukan hanya menyalahi aturan, tapi juga mencoreng wajah negara. Komisi III DPRD Kaltim harus tetap mengawal temuan lapangan dan berkoordinasi intensif dengan kami,” imbuhnya.
Audiensi ini ditutup dengan kesepahaman bahwa penataan sektor tambang bukan sekadar urusan teknis dan administratif, tapi menyangkut keberlangsungan lingkungan, keamanan masyarakat, dan keadilan ekonomi. DPRD Kaltim berharap aspirasi yang disampaikan dapat menjadi bahan baku penyusunan regulasi baru, maupun revisi kebijakan lama yang belum menjawab tantangan lapangan. (adv/hms12)
Rombongan Komisi III DPRD Kaltim dipimpin oleh Wakil Ketua Akhmed Reza Fachlevi, didampingi Sekretaris Komisi Abdulrahman KA, serta anggota lainnya yakn Sayid Muziburachman, Baharuddin Muin, Abdul Rahman Agus, Husin Djufrie, Syarifatur Syadiah, Abdul Rahman Bolong, dan Jahidin. Mereka diterima oleh Anggota Komisi XII DPR RI, Syafruddin, Sigit, dan Rico. Dalam penyampaiannya, Wakil Ketua Komisi III DPRD Katim Akhmed Reza Fachlevi menegaskan bahwa pihaknya selama tahun 2025 menghadapi ledakan permasalahan tambang. Salah satunya adalah masifnya aktivitas penambangan tanpa izin yang hingga kini belum tertangani secara tegas.
“Aktivitas ilegal ini bukan hanya merugikan negara secara fiskal, tetapi juga melukai rasa keadilan masyarakat dan melemahkan wibawa hukum,” ujarnya.
Selain itu, penggunaan jalan umum oleh perusahaan tambang untuk hauling dan crossing dinilai telah merusak infrastruktur publik serta membahayakan keselamatan warga. Tak hanya itu, banyak area tambang berada di sekitar pemukiman dan fasilitas umum, menciptakan potensi risiko jangka panjang bagi masyarakat.
“Belum lama ini kami menyaksikan dua kejadian longsor di Kutai Kartanegara, yakni di Desa Batuah dan Kelurahan Pendingin, sebagai dampak langsung dari lemahnya penataan dan pengawasan tambang,” ungkap pria yang akrab disapa Reza ini. Ia menyebut kejadian tersebut sebagai cerminan dari kegagalan sistemik dalam pelaksanaan tata ruang dan lingkungan.
Ia juga menyinggung lemahnya implementasi Program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) yang menjadi kewajiban perusahaan berdasarkan Permen ESDM. Banyak perusahaan dinilai belum melaksanakan program secara transparan, inklusif, dan berkelanjutan.
“Bukan hanya masalah teknis, ini soal keadilan sosial. Masyarakat terdampak tambang harus mendapat manfaat nyata, bukan hanya janji-janji pemberdayaan,” tegas Reza. Komisi III kata dia mengharapkan, bahwa masukan ini dapat ditindaklanjuti oleh Komisi XII melalui Panja Minerba dan Panja Lingkungan. Dengan begitu, DPR RI dapat menyampaikan hasilnya kepada kementerian teknis dan aparat penegak hukum, terutama dalam mempercepat langkah-langkah pemberantasan tambang ilegal.
Anggota Komisi XII DPR RI Dapil Kaltim, Syafruddin, menyambut baik pemaparan tersebut. Ia berjanji akan mendorong pembahasan secara spesifik dalam panitia kerja.
“Negara mengalami kerugian besar akibat tambang ilegal, karena tidak ada PNBP yang masuk. Ini tak bisa dibiarkan. Kita akan dorong penanganannya di panja,” ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa regulasi tata ruang dan pengawasan harus diperkuat. “Kegiatan tambang ilegal ini bukan hanya menyalahi aturan, tapi juga mencoreng wajah negara. Komisi III DPRD Kaltim harus tetap mengawal temuan lapangan dan berkoordinasi intensif dengan kami,” imbuhnya.
Audiensi ini ditutup dengan kesepahaman bahwa penataan sektor tambang bukan sekadar urusan teknis dan administratif, tapi menyangkut keberlangsungan lingkungan, keamanan masyarakat, dan keadilan ekonomi. DPRD Kaltim berharap aspirasi yang disampaikan dapat menjadi bahan baku penyusunan regulasi baru, maupun revisi kebijakan lama yang belum menjawab tantangan lapangan. (adv/hms12)