Komisi I Gelar RDP Bersama Aliansi Masyarakat Loa Kulu, Bahas Soal Inclave Lahan

Senin, 23 Oktober 2023 255
GELAR RDP : Komisi I DPRD Kaltim saat menggelar RDP bersama aliansi masyarakat Loa Kulu Kukar, Senin (16/10).
SAMARINDA. Komisi I DPRD Kaltim menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Aliansi Masyarakat Loa Kulu Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) di ruang rapat Gedung E lantai 1 Kantor DPRD Kaltim, Senin (16/10).

RDP tersebut dilakukan dalam rangka membahas permohonan enclave/penciutan izin Hak Guna Usaha (HGU) PT. Budi Duta Agro Makmur (BDAM) di Kecamatan Loa Kulu Kabupaten Kukar.

Memimpin rapat, Ketua Komisi I, Baharuddin Demmu didampingi Anggota Komisi I diantaranya Harun Al Rasyid, Kaharuddin Jafar, Agus Aras, dan Jahidin.

Baharuddin Demmu mengatakan dalam pertemuan ini dibahas mengenai permintaan masyarakat tentang HGU PT. BDAM untuk di enclave. “Yang diminta oleh masyarakat itu disurat adalah kurang lebih 280 hektare,” sebutnya.
Politisi PAN ini mengatakan bahwa lahan tersebut sudah bisa dikategorikan menjadi lahan terlantar dan pemerintah seharusnya mencabut HGU PT. BDAM supaya bisa dikelola oleh masyarakat.

Ia mengungkap, dari pertemuan tersebut, belum didapatkan titik temu, sehingga Komisi I akan mengundang kembali manajemen PT. BDAM yang tidak hadir dalam pertemuan untuk bisa memberikan klarifikasi terkait perlakuan perusahaan terhadap masyarakat Loa Kulu.

“Salah satu yang harus mereka klarifikasi adalah apakah mereka juga melakukan Perjanjian Pemanfaatan Lahan Bersama (PPLB) dengan masyarakat, dan apakah mereka menggunakan lahan itu untuk aktivitas tambang yang diduga melanggar izin HGU mereka,” ucap Baharuddin.

Ia menyebut, selama ini masyarakat merasa tidak dihargai oleh pihak PT. BDAM karena bukan masyarakat yang menguasai HGU mereka, namun sebaliknya. Padahal, lanjutnya, masyarakat sudah tinggal di wilayah itu sudah turun temurun sebelum adanya izin PT. BDAM pada tahun 1981.

“Masyarakat juga tidak pernah mendapatkan hak ganti rugi dari perusahaan. Ini menjadi catatan kita di Komisi I, bahwa Budi Duta harus dipanggil kembali untuk menjelaskan apa yang mereka lakukan di wilayah izin HGU mereka,” ujarnya.

Ia mengatakan bahwa Komisi I berencana akan melakukan kunjungan lapangan dalam waktu dekat ini untuk mengecek secara langsung terhadap kondisi lahan dan masyarakat yang berada di wilayah tersebut.
Kemudian ia menegaskan, apabila masyarakat tidak punya sertifikat, maka pemerintah harus membantu untuk dibuatkan sertifikat secara gratis. Dan untuk menjadi perhatian, bahwa masyarakat tinggal disana turun temurun serta berhak atas tanah itu.

“Saya tidak perlu bicara sertifikat untuk masyarakat. Ya kalau masyarakat tidak punya sertifikat tanah, maka itu kewajiban pemerintah untuk menerbitkan sertifikat gratis,” tandasnya.

Selanjutnya, ia menyambut baik atas kebijakan Kementerian ATR/BPN bahwa perubahan status tanah dari HGU menjadi SHM itu gratis dan tidak dikenakan biaya. Namun ia menyayangkan bahwa program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang terhambat karena banyak lahan masyarakat yang sudah ada izin HGU.

“Bahkan ada beberapa lahan masyarakat yang sudah bersertifikat, itu ditindih atau berlapis oleh HGU,” pungkasnya. (hms8)
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)