Jadi Ketua Komisi II, Tio Dorong Persoalan Minyak Goreng Segera Diatasi

Rabu, 9 Maret 2022 311
Ketua Komisi II DPRD Kaltim, Nidya Listiyono.
SAMARINDA. Sejumlah isu kelangkaan dan kemahalan minyak goreng di Benua Etam mendapat perhatian dari Ketua Komisi II DPRD Kaltim yang baru Nidya Listiyono.

Menurutnya pemerintah harus merespon sesegara mungkin terhadap isu yang saat ini berkembang di masyarakat agar tidak terjadi panic buying.

Pasalnya beberapa kali melakukan survei ke beberapa tempat, politikus Partai Golkar itu melihat bahwa ketersediaan minyak goreng dirasa ada dan cukup. Namun pemerintah juga tetap harus mengantisipasi ketika ada berita kelangkaan minyak goreng. Dikhawatirkan masyarakat dapat terpancing dan melakukan hal-hal di luar kewajaran. “Saya mendorong pemerintah untuk bisa memeriksa satu per satu dimana saja terjadinya pengendapan terhadap distribusi minyak ini,” ungkapnya. Kalau secara produksi kata Tio, seharusnya ketersediaan minyak goreng ini cukup. Namun masyarakat yang khwatir menyebabkan terjadinya panic buying, akhirnya secara tidak sadar malah menumpuk minyak goreng di rumah.  

“Yang harusnya cukup satu bulan, pemerintah malah harus memberikan stok baru. Para pengepul yang nakal juga kalau bisa diberikan ruang terbatas agar tidak melakukan penimbunan,” tegasnya. Dalam kesempatan itu, Tio juga meminta agar pemerintah segera melakukan operasi pasar minyak goreng dan segera memastikan ketersediaan stok di Kaltim itu benar-benar ada di pasaran, jangan hanya by data saja.  

“Kalau data segini tapi real di lapangan malah sebaliknya kan kasihan masyarakat. Saluran distribusinya diperiksa, distribusi dari produsen sampai pasaran dimonitor.  Benar-benar periksa stoknya di lapangan, apakah barang ini memang langka dan mahal. Pemerintah juga harus bisa memperhatikan HET supaya masyarakat bisa terlindungi secara konsumen,” katanya. Tio yang baru saja menjabat sebagai Ketua Komisi II DPRD Kaltim pun berkomitmen akan melanjutkan sejumlah program dari ketua sebelumnya, Veridiana Huraq Wang.  

“Kita jalankan kerja-kerja komisi II terus, apa yang sudah ada tetap kita pertahankan dan perbaiki. Perlu diingat bahwa Ketua Komisi II tetap Bu Veridiana, saya hanya meneruska. Jadi kita lanjutkan program yang sudah disetujui Komisi II, mana yang perlu ditambah dan mana yang perlu dikurangi akan kita evaluasi,” paparnya.(adv/hms7)
TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.