Dinilai Menghambat Pembangunan Daerah, Samsun Minta Gubernur Revisi Pergub 49/2020

8 Juni 2022

Wakil Ketua DPRD Kaltim Muhammad Samsun
SAMARINDA. Peraturan Gubernur (Pergub) Kaltim Nomor 49 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian, Penyaluran dan Pertanggungjawaban Belanja Bantuan Keuangan Pemerintah Daerah sejak awal dikeluarkan oleh Gubernur Kaltim memicu kekhawatiran wakil rakyat di DPRD Kaltim.

Pasalnya, Pergub Kaltim 49/2020 tersebut dinilai merugikan masyarakat Kaltim dan dinilai menghambat pembangunan.

Kekecewaan datang dari Wakil Ketua DPRD Kaltim Muhammad Samsun. Menurut dia, sejak Pergub tersebut diterbitkan, banyak usulan masyarakat dari daerah pemilihannya (Dapil) tidak dapat diakomodir, karena nilai kebutuhan kurang dari yang ditetapkan, yakni Rp 2,5 miliar per kegiatan.

“Sejak Pergub ini diterbitkan, banyak usulan masyarakat melalui saya, yang kemudian dihapus untuk diganti dengan usulan lain dengan nominal minimal Rp 2,5 miliar per kegiatan,” ucapnya.

Dikatakan Politisi dari partai PDIP ini, sebagai wakil rakyat dari Dapilnya, Samsun berupaya semaksimal mungkin untuk mewujudkan harapan dari warganya.

“Padahal sejak awal, kami telah membantu masyarakat melengkapi syarat yang diminta. Kemudian menginput melalui SIPD Kaltim.Tentu dengan nominal yang beragam, sesuai kebutuhan rakyat di Kaltim,” katanya.

Namun, karena Pergub 49/2020, akhirnya lanjut anggota DPRD Dapil Kukar ini, proses realisasi mewujudkan harapan warga menjadi terhambat, bahkan tidak dapat terlaksana. Untuk itu, Samsun berharap, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim dapat merevisi Pergub tersebut. “Lagi-lagi karena Pergub 49 ini, semua jadi sulit dan menghambat pembangunan di daerah. Kami meminta kepada Gubernur, segera merevisinya, karena sejatinya peraturan harus memberikan keberpihakan pada rakyat dan daerah,” harapnya. (adv/hms7)
TULIS KOMENTAR ANDA
Berita Utama
Database Pertanian, Kunci Ketahanan Pangan Kaltim di Tengah Dinamika IKN
admin 22 November 2024
0
SAMARINDA. Hadirnya Ibu Kota Nusantara (IKN) membawa dinamika baru bagi Kalimantan Timur (Kaltim). Salah satunya adalah melonjaknya kebutuhan pangan seiring pertumbuhan pesat jumlah penduduk. Namun, ambisi Kaltim menuju swasembada pangan menghadapi sejumlah tantangan mendasar. Salah satu ironi terbesar adalah penurunan produksi padi di tengah meningkatnya permintaan. Penyebabnya, tak lain adalah maraknya alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan dan area pertambangan. Hingga saat ini, Benua Etam masih bergantung pada suplai pangan dari daerah lain seperti Jawa dan Sulawesi. Wakil Ketua DPRD Kaltim, Ananda Emira Moeis, tak memungkiri bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kaltim masih bertumpu pada sektor sumber daya alam, terutama pertambangan. Namun, ia meyakini bahwa Kaltim memiliki potensi besar untuk mencapai swasembada pangan, mengingat luasnya wilayah yang tersedia. Ananda menyoroti pentingnya pemerintah menyusun database yang komprehensif untuk memetakan potensi wilayah di Kaltim. la menilai, langkah ini menjadi fondasi penting untuk merancang cetak biru ketahanan pangan, terutama sebagai penyangga kebutuhan IKN. "Kita belum punya data konkret soal pertanian di setiap kabupaten/kota. Berapa luas lahannya? Bagaimana kualitas tanahnya, subur atau tidak? Cocoknya ditanami apa? Kalau kita punya database lengkap, saya yakin kita tidak perlu lagi mengandalkan pasokan dari luar. Kita bisa memenuhi kebutuhan pangan sendiri," ungkap Ananda. la menambahkan bahwa sejauh ini, Kutai Kartanegara (Kukar), Paser, dan Penajam Paser Utara (PPU) sudah dikenal sebagai lumbung pangan di Kaltim. Namun, ia meyakini wilayah lain juga memiliki potensi serupa jika dikelola dengan baik. Ananda menekankan perlunya pemetaan menyeluruh dari hulu ke hilir. "Yang paling penting, mulailah dengan database. Setelah itu, pemerintah harus menjadikannya prioritas, dari pusat hingga kabupaten/kota. Selain fokus pada SDA, kita juga harus memastikan ketahanan pangan, terutama untuk kebutuhan kita sendiri," tuturnya. la juga mendorong pemerintah pusat memberikan perhatian lebih pada pengembangan food estate di Kaltim sebagai salah satu solusi strategis. Namun, ia mengingatkan agar kebijakan tersebut tetap berpihak pada kesejahteraan petani lokal. "Jika dilakukan dengan serius, food estate bukan hanya bisa memperkuat swasembada pangan, tapi juga meningkatkan kesejahteraan petani. Jadi, semua pihak harus bergandengan tangan untuk mewujudkan ini," pungkasnya. (adv/hms7)