Bapemperda DPRD Kaltim Bahas Tiga Raperda

Rabu, 31 Agustus 2022 147
Rapat Bapemperda dengan Mitra Kerja membahas rencana pembahasan produk hukum daerah, rabu (31/8/2022)
SAMARINDA. Membahas tiga buah Rencana pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur, dipimpin Ketua Badan Pembentukkan Peraturan Daerah DPRD Kaltim Rusman Ya’qub. Rabu (31/8) Bapemperda menghadirkan sejumlah mitra kerja terkait guna membahas hal itu.
Dibahas dalam pertemuan di Gedung E Kantor DPRD Kaltim, tiga produk hukum daerah yang rencananya akan masuk dalam pembahasan yaitu terkait Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kalimantan Timur Tahun 2022-2042, pengaturan terkait zakat dan infaq serta Ranperda tentang  upaya pelestarian bahasa. “Pada prinsipnya tentu kami mendukung produk-produk hukum daerah yang dibahas. Hanya memang diperlukan pembahasan lebih mendalam terkait substansinya. Selain itu hal yang harus ditonjolkan seperti kearifan lokal juga menjadi hal penting,” kata Rusman dalam pertemuan yang dihadiri Wakil Ketua Bapemperda DPRD Kaltim Salehuddin.

Pertemuan juga dihadiri oleh  BAZNAS Provinsi Kaltim, Kantor Bahasa Provinsi Kaltim, Biro Hukum Kaltim, Dinas PUPR-PERA Kaltim dan Bappeda Kaltim. Terkait pembahasan pengaturan mengenai infaq dan zakat, hal ini menjadi pembahasan cukup menarik. Rusman menilai Undang-Undang yang melandasi terkait zakat bahwa masih terdapat kendala dalam memulai penyusunannya. Sehingga diperlukan cukup referensi dan penguatan untuk bisa masuk dalam pembahasan lebih lanjut.

Sementara itu mengenai pelestarian bahasa, menjadi hal penting mengingat Kaltim memasuki persiapan menghadapi IKN. Anggota Bapemperda DPRD Kaltim Sarkowi V Zahry juga mengapresiasi hal itu. Namun untuk mendukung pembahasan Raperda tersebut, Sarkowi menyarankan penguatan dalam hal legaldrafting agar dikaji lebih dalam. Selain itu terdapat 10 objek dalam Undang-Undang yang melandasi terakat tata bahasa. “Undang-Undang Kemajuan Bahasa terdapat 10 objek didalamnya, sehingga apakah akan menjadi perda tersendiri dan terpisah. Perlu ada alasan menjawab ini, selain itu belajar daerah daerah lain yang juga telah menerapkan,” kata Sarkowi dalam rapat yang diikuti Veridiana Huraq Wang.

Namun demikian, ini tentu menjadi perjuangan tersendiri dalam menegakkan bahasa khususnya di Kalimantan Timur. Oleh sebab itu Sarkowi mendorong penguatan-penguatan guna mendukung upaya pelestarian bahasa terutama jika ingin dapat diterapkan diruang publik hingga pada dokumen negara. (adv/hms5)
TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.