Sepakat, Gubernur dan DPRD Tandatangani Raperda Perubahan APBD Kaltim 2023

Selasa, 19 September 2023 128
Rapat Paripurna ke-32 DPRD Kaltim
SAMARINDA. Gubernur Provinsi Kalimantan Timur dan DPRD Kaltim menandantangi rancangan peraturan daerah tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P-APBD) Kaltim Tahun 2023 pada rapat paripurna ke-34 DPRD Kaltim, Senin (18/9) malam.

Penandatanganan persetujuan perubahan P-APBD Kaltim Tahun 2023 tersebut dilakukan Gubernur Kaltim Isran Noor, Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud, Wakil Ketua DPRD Kaltim Muhammad Samsun, Seno Aji, dan Sigit Wibowo.  

Hasanuddin Mas’ud menuturkan persetujuan dilakukan setelah melewati proses pembahasan oleh Badan Anggaran (Banggar) dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kaltim.

Ada sejumlah faktor yang menyebabkan terjadi perubahan APBD 2023, salah satunya karena terjadinya peningkatan pendapatan daerah yang cukup siknifikan sehingga diperlukan evaluasi diseluruh bidang khususnya pembangunan dalam arti luas.

“Kenaikan pendapatan yang diterima daerah tentu diharapkan bisa memberikan dampak positif terhadap seluruh sektor terlebih yang bersentuhan langsung kepada masyarakat,” tuturnya.

Adapun agenda rapat paripurna ke-34 tersebut yakni pengesahan revisi agenda kegiatan DPRD, penyampaian laporan akhir Banggar terhadap Ranperda P-APBD 2023, persetujuan DPRD terhadap Ranperda P-APBD 2023, penandatangan persetujuan bersama, Ranperda P-APBD 2023 dan pendapat akhir gubernur. (adv/hms4)
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)