Seno Aji Hadiri Pra Rakernas APPSI Dan Sertijab Ketua Umum APPSI

Rabu, 26 Oktober 2022 105
BERSAMA PARA GUBERNUR : Wakil Ketua DPRD Kaltim Seno Aji bersama para Gubernur saat mengikuti Pra Rakerna APPSI beberapa waktu lalu.

BALIKPAPAN. Wakil Ketua DPRD Kaltim Seno Aji menghadiri acara Pra Rapat Kerja Nasional (Rakernas)Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) dan serah terima jabatan Ketua Umum APPSI masa bakti 2019-2023 di Hotel Novotel Balikpapan beberapa waktu lalu.

Acara tersebut diawali dengan serah terima jabatan dari Anies Rasyid Baswedan selaku Ketua Umum APPSI masa bakti 2019-2022 kepada Isran Noor selaku Ketua Umum APPSI masa bakti 2022-2023 dengan ditandai penyerahan bendera APPSI dari Anies Rayid Baswedan kepada Isran Noor.

Isran Noor selaku Gubernur Kaltim membuka secara resmi kegiatan Rakernas APPSI yang dihadiri Gubernur dan perwakilan Gubernur se- Indonesia, Wakil Gubernur Hadi Mulyadi, Ketua Dewan Pakar APPSI M Ryaas Rasyid, Forkopimda Kaltim, Bupati dan Walikota se- Kaltim dan pimpinan OPD dilingkup Pemprov Kaltim.

Anies Rasyid Baswedan mengatakan, kami mulai bertugas di akhir tahun 2019 dalam hitungan 3 bulan Indonesia mengalami pandemi sehingga hampir semua kegiatan-kegiatan yang direncanakan di tahun 2020 itu praktis difokuskan pada aktivitas-aktivitas domestik masing-masing.

“Sebagaimana diamanatkan di dalam ART bab 4 paragraf kedua bahwa bila ketua umum APPSI berakhir masa jabatannya bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan Gubernur maka selanjutnya digantikan oleh wakil ketua, dan kita ketahui wakil ketua selama ini adalah Bapak Gubernur Kalimantan Timur, jadi terima kasih bahwa proses berjalan dengan baik dan malam hari ini kita bersama-sama menjadi saksinya,” ujar mantan Gubernur DKI Jakarta itu.

Isran Noor dalam sambutannya menyatakan untuk memperjuangkan nasib tenaga honorer se- Indonesia agar tetap bekerja serta bagaimana memikirkan keadilan dalam perimbangan keuangan daerah yang selama ini jauh dari harapan seluruh daerah di Indonesia.

“Jadi, masalah itu datang pergi datang. Contohnya yang kini berkembang, yaitu tenaga honorer yang mau dihapus. Untuk itu, APPSI akan memperjuangkan nasib mereka dengan bersama-sama APKASI dan APEKSI,” tegasnya.

Selanjutnya Seno Aji mengatakan, dilihat dari visi misi yang disampaikan Gubernur Kaltim, selaku pimpinan DPRD merasa ikut senang dan mendorong terhadap masalah tenaga honorer untuk tidak dihapuskan.

“Mudah-mudahan ada perubahan sehingga para honorer ini juga tidak dihapuskan dan mungkin bahkan bisa ditingkatkan menjadi PNS, karena kalau tenaga honorer dihapuskan maka pemerintah provinsi akan lumpuh nantinya, kita sudah memetakan itu,” kata Seno Aji saat diwawancara usai acara.

Selanjutnya, menurut Seno Aji bahwa selama kepemimpinan Anies, program APPSI berjalan cukup baik dan lancar. Setiap bulan mereka melakukan pertemuan dan berdiskusi tentang bagaimana pemerintahan provinsi bisa berkembang dan memberikan kepastian hukum.

“Nah ini yang kita harapkan memang, apalagi Indonesia ini negara maritim. Saya pikir ini langkah yang cukup baik,” pungkasnya. (adv/hms8)

TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.