Pansus RPJMD Sampaikan Laporan Akhir

Selasa, 9 November 2021 670
SERIUS : Romadhony Putra Pratama ketika menyampaikan laporan akhir Panitia Khusus (Pansus) Pembahas Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2019 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2019-2023
SAMARINDA. Panitia Khusus (Pansus) Pembahas Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2019 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2019-2023 menyampaikan laporan hasil akhirnya pada rapat paripurna ke 27 DPRD Kaltim, Senin (8/11).

Wakil Ketua Pansus RPJMD Kaltim Romadhony Putra Pratama menyampaikan bahwa tujuan dari penyusunan perubahan RPJMD Kaltim Tahun 2019-2023 adalah sebagai pedoman dalam penyusunan Rencana Strategis (Renstra) Perangkat Daerah, Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), dan Penyusunan RAPBD, mewujudkan perencanaan pembangunan daerah yang sinergis dan terpadu antara perencanaan pembangunan nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.

Selain itu, memperkuat pondasi dalam pembangunan dan reformasi penyelenggaraan, pengendalian, dan evaluasi kinerja di masa mendatang, dan sebagai tolok ukur keberhasilan penyelenggaraan pemerintah daerah dan keberhasilan pembangunan daerah.

“Pada kesempatan ini kami sampaikan kepada pimpinan DPRD dalam proses penyusunan Raperda RPJMD Kaltim 2019-2023 agar memperhatikan pasal 98 ayat 2, pasal 101 ayat 1 Permendagri Nomor 80 Tahun 2015, pasal 327 ayat 3 Permendagri Nomor 86 Tahun 2017 yang mengatur tahapan proses evaluasi Raperda RPJMD,” kata Romadhony ketika menyampaikan laporan akhir Pansus RPJMD.

Bilamana dalam proses evaluasi Kemendagri lanjut dia mewajibkan penyempurnaan raperda, maka DPRD melalui Pansus bersama pemerintah daerah wajib melakukan penyempurnaan Raperda RPJMD.  “Dengan demikian batas waktu masa kerja Pansus RPJMD berakhir bersamaan dengan berakhirnya evaluasi Raperda RPJMD,” sebutnya.(adv/hms4)
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)