Optimalkan Kinerja, Komisi II RDP dengan PT Ketenagalistrikan

Rabu, 19 Januari 2022 161
SAMARINDA. Komisi II DPRD Kaltim menggelar rapat dengar pendapat dengan PT Ketenagalistrikan Kaltim, Selasa (18/1). Pertemuan tersebut membahas tentang evaluasi kinerja Tahun 2021 dan program kerja 2022.

Ketua Komisi II DPRD Kaltim Veridiana Huraq Wang menuturkan sebagai salah satu perusahaan daerah sejatinya PT Ketenagalistrikan diharapkan mampu memberikan kotribusi bagi daerah sehingga dinilai perlu untuk mengoptimalkan kinerja dan program kerja.

“Ini pertemuan pertama setelah PT Ketenagalistrikan dipimpin oleh para direksi baru karena itu perlu saling silahturahmi dan membicarakan hal-hal yang dianggap perlu dalam rangka meningkatkan kontribusi kepada daerah,” sebut Veridiana pada rapat yang dihadiri Baharuddin Demmu, Bagus Susetyo, Sapto Setyo Pramono, Nidya Listiyono, Safuad, M Samsun, Ali Hamdi, dan Suomo Jabir.

Selain itu, hal yang tidak kalah pentingnya untuk dibahas adalah bagaimana peran PT Ketenagalistrikan dalam memenuhi kebutuhan listrik di seluruh daerah di Kaltim. Pasalnya, kehadiran perusahaan plat merah itu bertujuan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar tersebut.

Dirut PT Ketenagalistrikan Kaltim Supiansyah menjelaskan untuk memenuhi penerangan di Kaltim yang belum terdapat jaringan PLN, pihaknya telah membuat sejumlah pembangkit listrik yang diantaranya PLTU Embalut yang hasil produksinya didistribusikan ke sektor Mahakam yakni Samarinda, Balikpapan, Tenggarong, dan Bontang.

“PT Ketenagalistrikan Kaltim bersama dengan Perusda Daya Prima Paser bertindak sebagai pengelola Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBg) 1 x 1 MW. Program ini merupakan program hibah dari Kementerian ESDM EBTKE yang berada di Desa Taberu,  Kabupaten Paser,” jelasnya. (adv/hms4)
 
TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.