Komisi II Minta BPAKD Buat Kronologi Status Lahan di Pendingin

Minggu, 14 Maret 2021 1244
Rapat dengar pendapat Komisi II DPRD Kaltim dengan Biro Hukum Kaltim, BPKAD Kaltim, dan kelompok tani Kelurahan Pendingin
SAMARINDA. Komisi II DPRD Kaltim meminta kepada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kaltim agar memberikan data terkait status lahan milik Pemprov Kaltim yang berada di Pendingan, Sanga-Sanga, Kabupaten Kutai Kartanegara.

Hal tersebut disampaikan Ketua Komisi II DPRD Kaltim Veridiana Huraq Wang ketika memimpin rapat dengar pendapat Komisi II dengan Biro Hukum, BPKAD, dan sejumlah perwakilan kelompok tani pendingin, belum lama ini.
Menurutnya, permintaan status lahan di Pendingin tersebut dikarenakan adanya aduan dari kelompok tani yang mengaku tidak bisa melakukan aktivitas tanam tumbuh apabila selesai panen di sebabkan adanya pemberitahuan dari pihak perusahaan yang mengaku sebagai penguasa lahan.

Selain status lahan, pihaknya juga meminta meminta kepada kelompok tani agar membuat kronologis awal mereka sampai menggunakan lahan tersebut. “Menurut keterangan pihak BPKAD Kaltim, petani meminjam lahan berstatus milik Pemprov Kaltim itu untuk tanam tumbuh khususnya padi,” jelasnya.
Kasubid Penggunaan dan Pemanfaatan Barang Milik Daerah, BPKAD Kaltim Edy Kristanto membenarkan bahwa lahan yang dipergunakan oleh petani tersebut merupakan aset Pemprov Kaltim. Kendati demikian, dikerjasamakan dengan perusahaan.

 Ia mengatakan ada beberapa Hak Guna Bangunan (HGB) di berikan kepada perusahaan di Pendingin, termasuk yang wilayahnya dijadikan petani untuk melakukan tanam tumbuh. “Total luas lahannya 492 hektare lebih,”sebutnya.
Pihaknya akan membuat kronologis status lahan sampai sejarah HGB kepada perusahaan secara tertulis untuk kemudian diberikan kepada komisi II sebagai bahan dalam melakukan kajian dalam menyelesaikan permasalahan dimaksud.  (hms4)
TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.