Komisi I DPRD Kaltim Mediasi Persoalan Dugaan Pencemaran dan Kerusakan Lahan

Senin, 1 Februari 2021 824
Komisi I terima aduan masyarakat Gunung Banteng Desa Sibuntal Kecamatan Marangkayu, Kukar terkait Pencemaran dan Kerusakan Lahan yang diduga dilakukan PT Mahakam Sumber Jaya
SAMARINDA. Komisi I DPRD Kaltim menggelar pertemuan dengan Dinas Lingkungan Hidup Kaltim, Manajemen PT Mahakam Sumber Jaya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pijar, dan perwakilan warga Gunung Banteng, Kukar, Senin (1/2/2021).
Ketua LBH Pijar Kaltim Ahmad mengatakan kegelisahan masyarakat di Gunung Banteng Desa Sibuntal Kecamatan Marangkayu Kabupaten Kutai Kartanegara sudah berjalan cukup lama, hal ini karena masyarakat melakukan pertanian dengan tergabung dalam beberapa kelompok tani dan sudah berjalan beberapa tahun bahkan ada yang sepuluh tahun lebih. Hadirnya pertanian warga ada sebelum adanya perusahan di aeral dimaksud akan tetapi aktifitas pertambangan menimbulkan persoalan.

Hadirnya Kegiatan tambang menimbulkan ancaman tidak hanya lingkungan tetapi juga rentan terjadi korban jiwa karena ketika petani di ladang sering terjadi ledakan atau begisting. Pasalnya, aktifitas kegiatan pertambangan dekat dengan kawasan pertanian warga.
Berkurangnya debit air dan air yang ada di kawasan tersebut sudah tidak layak konsumsi. “Getaran akibat ledakan itu dirasakan tidak hanya di kawasan sawah dan kebun saja akan tetapi hingga ke pemukiman, suara bising dan debu, bahkan menyebabkan pergeseran tanah,” jelasnya.

Perusahaan dinilai melakukan mengelabui petugas yang sidak dengan hanya menggunakan ledakan yang hanya satu sumbu sehingga yang terjadi ledakan kecil yang tidak menimbulkan getaran dan pergeseran tanah sebagaimana yang dikeluhkan masyarakat.
"Ini persoalan utama bagi masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari hasil pertanian dan perkebunan. Oleh sebagian  itu masyarakat sangat mengharapkan agar persoalan ini bisa diselesaikan secepatnya, "tegasnya.

Kabid Penataan Hukum, DLH Kaltim Munawar menjelaskan dari segi kawasan sebenarnya areal yang menjadi persoalan itu masuk dalam kewenangan Pemkab Kukar, namun karena perusahaan ini lintas kabupaten/kota maka izinnya di provinsi.
“Masuk kawasan Kawasan Budidaya Kehutanan, nah Oktober 2020 kami serahkan ke Dinas Kehutanan, dan kemudian persoalan ini dilimpahkan kembali ke DLH,” katanya.

Kemudian, lanjut dia dalam menindaklanjuti persoalan itu pihaknya melibatkan, KLHK, Dinas Kehutanan dan lainnya. Dari hasil dari  verifikasi oleh tim tersebut keberadaan kegiatan warga dinilai ilegal karena belum dapat izin dari tugas yang berwenang karena kawasan tersebut masuk Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK).
Selain itu, dari hasil tinjauan lapangan tidak ditemukan debu yang diakibatkan kegiatan tambang, dan pergeseran tanah sebagaimana yang dikeluhkan oleh masyarakat karena lokasi antara pemukiman dan areal pertanian dengan lokasi tambang cukup jauh.

Tidak ada hubungan sebab akibat atara kualitas air dengan kegiatan perusahaan karena posisi sumur lebih tinggi dari kegiatan tambang. “Karena tidak terbukti maka dinyatakan berakhir dan telah dibuatkan berita acara yang disepakati oleh semua pihak yang turun di lapangan, seperti LBH Pijar, perwakilan warga sekitar dan lainnya,” bebernya.
Perwakilan PT MSJ Adi menjelaskan merupakan kawasan konsensi meliputi Kecamatan Tenggarong Seberang - Marangkayu. Terkait lokasi yang masuk dalam KBK pihaknya mendapatkan izin dari pemerintah.

Terkait persoalan dari masyarakat pihaknya juga melakukan kajian dan evaluasi termasuk terbuka ketika tim dari Pemprov Kaltim dan masyarakat luas. Pola perluasan areal tambang setelah mendapatkan  dari pemerintah dilakukan tali asih dengan catatan dibuktikan lokasinya, tanam tumbuhnya dan pengelolanya. 2009 - 2010 sudah memasang pelanggan kawasan tambang, perusahaan menyisinyalir adanya pengaduan yang sama setiap tahunnya dan diberikan tali asih kepada orang yang sama "Tiap tahun pindah lokasi tanam tumbuh yang masih di areal konsensi tambang,” tuturnya.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi I DPRD Kaltim Jahidin mengakui bahwa surat mediasi penyelesaian persoalan dimaksud sebenarnya sudah diterima tahun lalu, namun karena banyaknya agenda kerja dan memasuki awal masa pandemi covid-19 jadi sulit dilakukan pertemuan tatap muka sehingga dinilai kurang efektif. Laporan pengaduan masih belum lengkap karena tidak ada data kepemilikan lahan, tabel kerugian misalnya terdapat tanam tumbuh di lokasi yang dipermasalahkan dan sebagainya.

Menurutnya, tanam tumbuh yang masuk areal kegiatan pertambangan wajib diberikan tali asih. Hal ini merupakan bagian dari rasa kemanusiaan yang dinilai tidak akan merugikan perusahaan. 
Ia menjelaskan, di peraturan perundang-undangan yang baru dijelaskan hutan-hutan negara yang sudah diduduki atau dipelihara oleh masyarakat bisa di alih status. “Jadi kedepannya, kalau memang hutan lindung yang dirawat oleh masyarakat bisa dimiliki masyarakat,” ujar Jahidin saat memimpin rapat yang dihadiri Yusuf Mustafa, Romadhony Putra Pratama, Agiel Suwarno, Mashari Rais. (adv/hms4)
TULIS KOMENTAR ANDA
Komisi II DPRD Kaltim Bersiap Evaluasi Aset 47 OPD dan Biro Pemprov
Berita Utama 28 Mei 2025
0
SAMARINDA. Komisi II DPRD Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) berencana mengevaluasi secara total seluruh aset milik pemerintah provinsi (pemprov) yang tersebar dan dikelola oleh 47 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) serta sejumlah biro. Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa aset daerah tidak terbengkalai. Lebih dari itu, aset-aset tersebut bisa dioptimalkan secara maksimal dan memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat. Wakil Ketua Komisi II DPRD Provinsi Kaltim dari dapil Samarinda, Sapto Setyo Pramono, menegaskan bahwa pihaknya kini tengah dalam proses inventarisasi dan pemetaan ulang seluruh aset tersebut. “Yang jelas begini, Komisi II ini kan sedang menginventarisasi ulang aset yang dikelola pengguna barang, termasuk 47 OPD dan biro. Kita mau tahu mereka punya aset apa, dan apakah dimanfaatkan atau tidak,” ungkapnya kepada Niaga.Asia, Sabtu (24/5) di Royal Park Hotel, Samarinda. Menurut Sapto, banyak aset provinsi yang belum dimaksimalkan, padahal nilainya itu mencapai hingga triliunan rupiah. Karena itu, perlu ada evaluasi terstruktur agar aset-aset itu tidak menjadi beban, melainkan menjadi sumber pendapatan atau fasilitas publik yang bermanfaat. “Tanah kita yang belum termaksimalkan, itu harus terdata. Kita mau data yang utuh, mana yang sudah termanfaatkan, mana yang kira-kira belum, dan mana yang potensial untuk dikembangkan,” terangnya. Komisi II, kata dia, akan bekerja sama dengan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dan biro-biro teknis untuk melakukan pendataan secara komprehensif. Evaluasi ini juga akan menyasar sistem pengelolaan, pola pemanfaatan, serta kejelasan status hukum atas aset yang dikuasai masing-masing OPD dan biro. “Bukan hanya Perusda yang kita evaluasi, tapi semua akan kita cek, termasuk OPD dan biro yang selama ini mengelola aset-aset provinsi. Aset-aset kita sangat banyak, ada di Sanga sanga, Kutai Timur dan Berau. Cuma kita mau pilah-pilah dulu. Intinya jangan sampai ada yang tidak jelas pengelolaannya,” jelasnya. Ia juga menyebut bahwa evaluasi ini sebagai bagian dari langkah strategis Komisi II untuk mendorong efisiensi tata kelola aset daerah, serta mendukung visi pemprov agar aset-aset itu memberikan nilai tambah dan manfaat ekonomi. “Intinya, kita tidak ingin ada aset provinsi yang diam tak produktif. Kita akan cek semuanya. Kalau perlu rekomposisi aset, ya kita lakukan. Karena ini menyangkut tanggung jawab kita kepada rakyat,” tegasnya. Langkah ini pun selaras dengan keinginan Gubernur dan Wakil Gubernur Kaltim yang berulang kali menekankan pentingnya reformasi tata kelola aset dan kemandirian BUMD sebagai penopang ekonomi daerah. (adv/hms7)