Ketua DPRD Kaltim Ajak Penerapan Pembangunan Hijau untuk Masa Depan Berkelanjutan

Rabu, 4 Desember 2024 585
Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Mas’ud
SAMARINDA. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim), Hasanuddin Mas’ud, menyatakan bahwa keberlanjutan pembangunan di provinsi tersebut harus berfokus pada prinsip pembangunan hijau. Menurutnya, pembangunan infrastruktur yang tidak memperhatikan aspek lingkungan dapat menimbulkan dampak buruk yang mengancam kualitas hidup masyarakat.

Hasanuddin menegaskan bahwa pembangunan yang hanya melihat keuntungan jangka pendek akan menjerumuskan wilayah tersebut dalam masalah lingkungan yang serius di masa depan. “Lingkungan hidup adalah elemen vital yang mendukung keberlanjutan pembangunan. Kita harus memastikan bahwa pembangunan saat ini juga memberikan manfaat bagi generasi mendatang,” ujarnya.

Lebih lanjut, Ketua DPRD Kaltim ini mengingatkan bahwa setiap proyek pembangunan harus mempertimbangkan keberlanjutan ekosistem. Pemanfaatan sumber daya alam harus dilakukan secara bijaksana agar bisa memberi dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi tanpa merusak lingkungan.

Hasanuddin juga menyoroti pentingnya penerapan analisis dampak lingkungan (AMDAL) dalam setiap tahap perizinan pembangunan. Menurutnya, Pemprov Kaltim perlu lebih tegas dalam memastikan bahwa proyek yang dilaksanakan tidak hanya menguntungkan dalam jangka pendek tetapi juga dapat mendukung kesejahteraan sosial dan ekonomi secara berkelanjutan. “Pembangunan yang tidak mempertimbangkan lingkungan bisa berujung pada kerusakan alam yang tidak bisa diperbaiki,” tegasnya.

Dalam hal ini, la mengingatkan pentingnya kerja sama antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat dalam menciptakan pembangunan yang lebih ramah lingkungan. (adv/hms7)
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)