Hasanuddin Masud : Jadi Pemimpin Minimal Punya Empat Syarat

Senin, 21 Agustus 2023 5087
Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas'ud saat menjadi narasumber pendidikan politik Partai Golkar.
BALIKPAPAN. Ketua DPRD Provinsi Kalimantan Timur Hasanuddin Mas'ud menyampaikan ada minimal empat syarat yang perlu dimiliki pemimpin yang ideal.

Pertama, prestasi atau kemampuan diri dalam membawa organisasi menjadi bergerak maju dalam mencapai tujuan bersama. Kedua, dedikasi atau pengabdian.

Ketiga, loyalitas tanpa batas dan tidak terpengaruh terhadap godaan dan tantangan yang dapat menghambat kerja pribadi maupun kerja tim. Keempat, tidak tercela. "Bagaimanapun kita berprestasi,
dedikasi, dan loyalitas semua itu tidak akan berarti apabila terjerat kasus hukum.

Sebab itu, jadikan hukum sebagai panglima tertinggi," jelas Hasanuddin saat menjadi narasumber Pendidikan Politik Partai Golkar di Hotel Grand Tiga Mustika, Jumat (18/8).

Ia menambahkan pemimpin tidak ditentukan dari layar belakang pendidikan maupun struktural atau posisi akan tetapi lahir dari proses panjang dalam berorganisasi.

"Proses yang mendewasakan kita. Jadikan tokoh-tokoh yang dikagumi sebagai contoh dan tauladan agar memacu kita bekerja lebih baik" jelasnya.

"Kepemimpinan itu bukan karena diri kita sendiri tetapi kerjasama tim. Semangat membangun semangat kerja tim ini yang perlu dimiliki seorang pemimpin" tambahnya.

Lebih lanjut ia mencontohkan seperti dirinya yang bisa sampai seperti sekarang bukanlah dari hasil instan. Melainkan lahir dari proses panjang pengalaman hidup yang membentuk kepribadian yang lebih baik. Terlahir dari keluarga sederhana tidak menjadikan halangan untuk meraih kesuksesan, melalui restu dan ketaatan kepada orangtua, belajar dan terus belajar akan menghantarkan kita dalam menggapain cita-cita.(adv/hms4)
TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.