Harga Pertamax Naik, Ini Tanggapan Ketua Komisi II DPRD Kaltim

6 April 2022

Ketua Komisi II DPRD Kaltim Nidya Listiyono
SAMARINDA. Pada tanggal 1 April 2022, PT Pertamina (Persero) resmi menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax (RON 92). Dari kisaran Rp 9.000 hingga Rp 9.400 per liter, kini naik menjadi Rp 12.500 sampai Rp 13.500 per liter. Hal ini membuat Ketua Komisi II DPRD Kaltim Nidya Listiyono buka suara. “Kenaikkan BBM ini merupakan kebijakan pusat, saya lihat masyarakat juga sudah resah dan ada beberapa info akan melaksanakan demo. Tentu kalau bicara setuju atau tidak, saya pribadi dan selaku perwakilan masyarakat pasti keberatan,” ungkapnya pada media, pada Jumat (01/04/2022).

Pemerintah dan PT Pertamina diminta Tio agar bisa mencari formula lain sebelum menaikkan harga BBM Pertamax. “Cari formula lain yang tidak membuat rugi tetapi bisa tetap survive, artinya ada perhitungan-perhitungan,” jelasnya.

Menurutnya, tidak ada yang menginginkan kenaikkan ini begitupun dirinya. Meski ia paham bahwa pemerintah menaikkan tarif BBM karena ingin menyesuaikan harga minyak dunia. “Mudah-mudahan dengan kita menyuarakan, Pemerintah dan PT Pertamina bisa mengkaji ulang kebijakan tersebut,” terangnya.

Kenaikan BBM ini, kata Tio, sedikitnya pasti tetap akan mempengaruhi perekonomian. Biasanya jika sudah begini, akan terjadi inflasi kenaikan harga-harga barang apalagi bulan puasa dan lebaran. “Sudah pasti mempengaruhi, cuma karena ini kebijakan, maka suka tidak suka kita akan jalankan,” paparnya.

Oleh sebab itu, masyarakat diminta untuk bisa berhemat sementara waktu. Pemerintah juga diharapkan bisa mengkaji ulang kebijakan tersebut, kalau pun naik setidaknya secara bertahap. “Harusnya dinaikkan secara bertahap, kan kemarin-kemarin seperti itu, naiknya bertahap. Kemudian harapan kita untuk masyarakat yaitu bisa berhemat dulu. Tetap berhemat ya,” pesannya. (adv/hms7)
TULIS KOMENTAR ANDA
Berita Utama
Database Pertanian, Kunci Ketahanan Pangan Kaltim di Tengah Dinamika IKN
admin 22 November 2024
0
SAMARINDA. Hadirnya Ibu Kota Nusantara (IKN) membawa dinamika baru bagi Kalimantan Timur (Kaltim). Salah satunya adalah melonjaknya kebutuhan pangan seiring pertumbuhan pesat jumlah penduduk. Namun, ambisi Kaltim menuju swasembada pangan menghadapi sejumlah tantangan mendasar. Salah satu ironi terbesar adalah penurunan produksi padi di tengah meningkatnya permintaan. Penyebabnya, tak lain adalah maraknya alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan dan area pertambangan. Hingga saat ini, Benua Etam masih bergantung pada suplai pangan dari daerah lain seperti Jawa dan Sulawesi. Wakil Ketua DPRD Kaltim, Ananda Emira Moeis, tak memungkiri bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kaltim masih bertumpu pada sektor sumber daya alam, terutama pertambangan. Namun, ia meyakini bahwa Kaltim memiliki potensi besar untuk mencapai swasembada pangan, mengingat luasnya wilayah yang tersedia. Ananda menyoroti pentingnya pemerintah menyusun database yang komprehensif untuk memetakan potensi wilayah di Kaltim. la menilai, langkah ini menjadi fondasi penting untuk merancang cetak biru ketahanan pangan, terutama sebagai penyangga kebutuhan IKN. "Kita belum punya data konkret soal pertanian di setiap kabupaten/kota. Berapa luas lahannya? Bagaimana kualitas tanahnya, subur atau tidak? Cocoknya ditanami apa? Kalau kita punya database lengkap, saya yakin kita tidak perlu lagi mengandalkan pasokan dari luar. Kita bisa memenuhi kebutuhan pangan sendiri," ungkap Ananda. la menambahkan bahwa sejauh ini, Kutai Kartanegara (Kukar), Paser, dan Penajam Paser Utara (PPU) sudah dikenal sebagai lumbung pangan di Kaltim. Namun, ia meyakini wilayah lain juga memiliki potensi serupa jika dikelola dengan baik. Ananda menekankan perlunya pemetaan menyeluruh dari hulu ke hilir. "Yang paling penting, mulailah dengan database. Setelah itu, pemerintah harus menjadikannya prioritas, dari pusat hingga kabupaten/kota. Selain fokus pada SDA, kita juga harus memastikan ketahanan pangan, terutama untuk kebutuhan kita sendiri," tuturnya. la juga mendorong pemerintah pusat memberikan perhatian lebih pada pengembangan food estate di Kaltim sebagai salah satu solusi strategis. Namun, ia mengingatkan agar kebijakan tersebut tetap berpihak pada kesejahteraan petani lokal. "Jika dilakukan dengan serius, food estate bukan hanya bisa memperkuat swasembada pangan, tapi juga meningkatkan kesejahteraan petani. Jadi, semua pihak harus bergandengan tangan untuk mewujudkan ini," pungkasnya. (adv/hms7)