Hanya 36 Cabor yang Dipertandingkan, Pelaksanaan Porprov di Berau Terbatas Venue dan Anggaran

24 Juni 2022

Anggota Komisi IV DPRD Kaltim Rusman Ya’qub
SAMARINDA. Pelaksanaan Pekan Olah Raga Provinsi (Porprov) Kalimantan Timur tahun 2022 di Berau hanya mempertandingkan 36 cabang olahraga saja.

Dikatakan Anggota Komisi IV DPRD Kaltim Rusman Ya’qub, keputusan mempertandingkan 36 cabor ini hanya bersifat sementara dengan melihat kondisi ke depannya menyesuaikan venue yang tersedia.

“Tidak dipungkiri bahwa persoalan utamanya itu karena keterbatasan anggaran. Soal cabor apa saja, nanti KONI yang mengaturnya dengan sejumlah kriteria,” ungkapnya usai mengadakan rapat dengar pendapat (RDP) bersama Dispora Kaltim dan Pemerintah Kabupaten Berau.

Oleh sebab itu, Rusman mengusulkan agar penyelenggaraan Porprov Kaltim berikutnya bisa terlaksana di beberapa kabupaten/kota. Jadi, bisa tersebar dan tidak berfokus hanya pada satu kabupaten/kota. Kecuali, jika memang daerah yang bersangkutan benar-benar sanggup menyelenggarakan dan menjadi tuan rumah Porprov Kaltim.

Karena terkadang, kabupaten/kota yang terpilih menjadi tuan rumah itu membuat pernyataan sanggup menyelenggarakan Porprov Kaltim. Tapi ujung-ujungnya, tidak mampu.

“Lebih baik kita bagi, misalnya ada 61 cabor. Mungkin bisa terselenggara di 3 kabupaten/kota, lalu disesuaikan dengan jumlah yang ada supaya lebih
ringan dan merata,” jelasnya.

Menurutnya, semua kabupaten/kota bisa menjadi penyelenggara Porprov Kaltim seperti konsep Pekan Olahraga Nasional (PON) yang akan terselenggara di Sumatera Utara dan Aceh.

“Di piala dunia juga begitu, sekarang piala dunia itu tidak lagi terkonsentrasi satu Negara. Namun ada beberapa Negara yang bisa berpartisipasi menyelenggarakan Piala Dunia,” terangnya. (adv/hms7)
TULIS KOMENTAR ANDA
Berita Utama
Database Pertanian, Kunci Ketahanan Pangan Kaltim di Tengah Dinamika IKN
admin 22 November 2024
0
SAMARINDA. Hadirnya Ibu Kota Nusantara (IKN) membawa dinamika baru bagi Kalimantan Timur (Kaltim). Salah satunya adalah melonjaknya kebutuhan pangan seiring pertumbuhan pesat jumlah penduduk. Namun, ambisi Kaltim menuju swasembada pangan menghadapi sejumlah tantangan mendasar. Salah satu ironi terbesar adalah penurunan produksi padi di tengah meningkatnya permintaan. Penyebabnya, tak lain adalah maraknya alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan dan area pertambangan. Hingga saat ini, Benua Etam masih bergantung pada suplai pangan dari daerah lain seperti Jawa dan Sulawesi. Wakil Ketua DPRD Kaltim, Ananda Emira Moeis, tak memungkiri bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kaltim masih bertumpu pada sektor sumber daya alam, terutama pertambangan. Namun, ia meyakini bahwa Kaltim memiliki potensi besar untuk mencapai swasembada pangan, mengingat luasnya wilayah yang tersedia. Ananda menyoroti pentingnya pemerintah menyusun database yang komprehensif untuk memetakan potensi wilayah di Kaltim. la menilai, langkah ini menjadi fondasi penting untuk merancang cetak biru ketahanan pangan, terutama sebagai penyangga kebutuhan IKN. "Kita belum punya data konkret soal pertanian di setiap kabupaten/kota. Berapa luas lahannya? Bagaimana kualitas tanahnya, subur atau tidak? Cocoknya ditanami apa? Kalau kita punya database lengkap, saya yakin kita tidak perlu lagi mengandalkan pasokan dari luar. Kita bisa memenuhi kebutuhan pangan sendiri," ungkap Ananda. la menambahkan bahwa sejauh ini, Kutai Kartanegara (Kukar), Paser, dan Penajam Paser Utara (PPU) sudah dikenal sebagai lumbung pangan di Kaltim. Namun, ia meyakini wilayah lain juga memiliki potensi serupa jika dikelola dengan baik. Ananda menekankan perlunya pemetaan menyeluruh dari hulu ke hilir. "Yang paling penting, mulailah dengan database. Setelah itu, pemerintah harus menjadikannya prioritas, dari pusat hingga kabupaten/kota. Selain fokus pada SDA, kita juga harus memastikan ketahanan pangan, terutama untuk kebutuhan kita sendiri," tuturnya. la juga mendorong pemerintah pusat memberikan perhatian lebih pada pengembangan food estate di Kaltim sebagai salah satu solusi strategis. Namun, ia mengingatkan agar kebijakan tersebut tetap berpihak pada kesejahteraan petani lokal. "Jika dilakukan dengan serius, food estate bukan hanya bisa memperkuat swasembada pangan, tapi juga meningkatkan kesejahteraan petani. Jadi, semua pihak harus bergandengan tangan untuk mewujudkan ini," pungkasnya. (adv/hms7)