Gelar Reses di Sempaja Timur, Sapto Siap Perjuangkan Aspirasi Masyarakat

Sabtu, 9 November 2024 114
RESES : Anggota DPRD Kaltim Sapto Setyo Pramono saat berdialog dengan Warga yang ada di Jalan Padat Karya, Kelurahan Sempaja Timur, Kota Samarinda
SAMARINDA - Anggota DPRD Provinsi Kaltim, Sapto Setyo Pramono, menggelar reses di Jalan Padat Karya, Kelurahan Sempaja Timur, Kota Samarinda,  belum lama ini. Mayoritas warga setempat meminta adanya perbaikan infrastruktur dan fasilitas umum.

Saat reses, Sapto mengaku banyak menerima keluhan warga tentang kondisi jalan dan drainase yang belum memadai, terutama wilayah itu sering mengalami banjir saat hujan yang kerap mengganggu aktivitas sehari-hari warga.

"Saya sudah berbicara dengan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Samarinda untuk memastikan apakah anggaran terkait drainase di Jalan Padat Karya dan saluran yang mengarah ke Sungai Karang Mumus sudah tersedia atau belum," ungkapnya.

Masalahnya, disampaikan Sapto, Warga Jalan Padat Karya, khususnya di RT 53, meminta adanya perbaikan drainase yang panjangnya kurang lebih 250 meter. “Drainase memiliki peran penting dalam tata ruang, seperti mencegah terjadinya genangan air dan banjir,” sebut dia.

Politisi Golkar ini juga menjelaskan, prioritas utama kini adalah memperbaiki sistem drainase karena banjir merupakan masalah mendesak dan sangat berdampak pada masyarakat. “Kami akan usahakan untuk mendapatkan bantuan dari anggaran provinsi, tapi baru bisa dianggarkan untuk di 2026 karena di 2025 sudah habis. Nantinya, ini bisa dimasukkan dalam Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) tingkat kelurahan,” jelasnya.

Sapto juga menyebut isu banjir di wilayah tersebut hingga kini sudah terhubung antara pemerintah kota (Pemkot) dan pemerintah provinsi (Pemprov), sehingga koordinasi untuk solusi bersama akan lebih mudah dilakukan.

Selain infrastruktur, Sapto juga menerima usulan terkait kebutuhan sektor pendidikan, seperti penambahan gedung sekolah. Ia menegaskan, bahwa pendidikan SMA dan SMK merupakan tanggung jawab Pemerintah Provinsi Kaltim. 

Sapto pun berkomitmen untuk mendorong pembangunan ruang kelas tambahan untuk SMA dan SMK yang wilayahnya masih kekurangan gedung sekolah. “Pendidikan adalah investasi terbaik untuk masa depan bangsa. Saya akan coba dorong agar ini menjadi perhatian Pemerintah Provinsi untuk membangun gedung tambahan,” jelasnya. (adv/hms6)
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)