BNNP Usulkan Revisi Perda Ke Komisi I

Rabu, 1 September 2021 102
Komisi I DPRD Kaltim dan Bapemperda saat menggelar RDP bersama BNNP Kaltim, BNN Kabupaten/Kota, Kanwilkumham dan Kesbangpol terkait usulan perubahan Perda nomor 07 tahun 2017 tentang fasilitasi pencegahan penyalahgunaan narkoba
SAMARINDA. Komsi I DPRD Kaltim didampingi Bapemperda menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama BNNP Kaltim, BNN Kabupaten/Kota, Kanwilkumham dan Kesbangpol guna membahas usulan perubahan Perda nomor 07 tahun 2017 tentang fasilitasi pencegahan penyalahgunaan narkoba, di gedung E lantai 1, Senin (30/8).

Dikatakan Kepala Bidang Pemberantasan BNNP Kaltim Kombes Pol DJoko Purnomo, harus ada perubahan karena dasar-dasar hukum yang masih berlaku perlu direvisi sesuai dengan Instruksi Presiden Tahun 2020 dan Permendagri nomor 12 tahun 2019.

“Supaya isinya menyesuaikan dengan aturan yang baru. Artinya ya kalau kita produk lama kan ketinggalan zaman. Ada produk baru ya kita ubah,” ujarnya.

Ia mengatakan, tidak banyak perubahan, hanya ada beberapa pasal tambahan yang sebelumnya memang belum ada di perda yang lama.
“Karena yang terlama kan tahun 2013 tuh yang dipakai dasarnya. Nah yang sekarang 2019. Sementara kita sudah tahun 2021. Artinya sudah ketinggalan, masa mau ketinggalan terus,” katanya.

Menurutnya, dalam perda baru yang pasti akan ditambah adalah Tim Terpadu Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) karena tim terpadu belum ada di perda yang lama.

“Sehingga P4GN ini bukan tugasnya BNN semata, tetapi seluruh pemerintah daerah mulai dari Gubernur sampai dengan desa itu wajib melakukan P4GN,” tegasnya.

Ia berharap mulai dari presiden, gubernur, kemudian wali kota/bupati dan seterusnya ke bawah itu satu suara karena dasarnya sama. Intinya tidak banyak perubahan, tetapi harus menyesuaikan dengan aturan yang terbaru.

“Kalau nggak kita usahakan untuk mengajukan kan nanti nggak dibahas. Karena kita punya tanggung jawab ya kita mengusulkan. Mudah-mudahan tahun ini selesai,” harapnya.

Selanjutnya, Ketua Komisi I DPRD Kaltim Jahidin mengatakan ada beberapa hal yang sangat mendasar dalam rapat tersebut terkait dengan Perda Nomor 07 Tahun 2017 yang tidak sesuai lagi sehingga perlu ada penambahan dan pengurangan juga terkait soal anggaran.

“Karena kalau kita mengharapkan anggaran dari pemerintah pusat tentu aparat penegak hukum yang terjun di lapangan,” ujarnya saat diwawancara usai rapat.  

Politisi PKB ini menjelaskan, terkait dengan infrastruktur, pembiayaan, operasional dan lain lain tidak akan maksimal bekerja apabila tidak didukung dengan pendanaan. Oleh karena itu, kehadiran perda ini di dalamnya tertuang bahwa aparat penegak hukum khususnya BNN dan kepolisian mendapatkan bantuan dari pemerintah daerah untuk melaksanakan operasional.

“Tadinya kan belum tertuang itu. Intinya ini hanya bersifat perda perubahan,” ujarnya.
Ia menyebut, dari 55 pasal, hanya sekitar 9 pasal yang mengalami perubahan dan tidak ada yang mendasar, melainkan hanya menyempurnakan, menambahkan dan mengurangi.

“Sehingga ini tidak mesti dibahas melalui pansus, tapi bisa melalui komisi pembidangan,” kata wakil rakyat asal dapil Samarinda ini.
Menurutnya, perda yang merupakan skala prioritas akan didahulukan karena ada kepentingan masyarakat yang mendesak dan juga karena merupakan perintah undang-undang.

“Ini masuk di usulan pembahasan karena masuk skala prioritas sesuai perda yang sudah kita siapkan untuk disahkan,” tandasnya.

Tampak hadir Ketua Bapemperda Jawad Sirajuddin, Anggota Bapemperda sekaligus Ketua Komisi IV DPRD Kaltim Rusman Ya’qub, Wakil Ketua Komisi I DPRD Kaltim Yusuf Mustafa, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim Sukmawati, Anggota Komisi I DPRD Kaltim diantaranya Muhammad Udin, Romadhony Putra Pratama, Agiel Suwarno, Mashari Rais, dan Rima Hartati. (adv/hms8)
TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.