Belum Ada Titik Temu, Sepakat Gunakan Citra Satelit

Kamis, 23 November 2023 100
Rapat Dengar Pendapat Komisi I DPRD Kaltim dengan PT Mahakam Sumber Jaya (MSJ) dengan masyarakat Desa Sebuntal, Kamis (23/11).
SAMARINDA. Persoalan sengketa ganti rugi tanam tumbuh antara Perusahaan Mahakam Sumber Jaya (MSJ) dengan masyarakat Desa Sebuntal, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara, kini mulai menemui titik temu.

Dimediasi Komisi I DPRD Kaltim, pihak PT MSJ dan masyarakat Desa Sebuntal dipertemukan pada rapat dengar pendapat, Kamis (23/11). Pertemuan dipimpin Ketua Komisi I Baharuddin Demmu, didampingi Agus Aras, dan Harun Al Rasyid.

Jalannya rapat cukup memanas, karena kedua belah pihak yang bersengketa saling mengemukakan argumentasinya masing-masing lengkap dengan dokumen-dokumen pendukung yang diserahkan ke komisi I selaku pihak penengah.

Belum ada kesepakatan, Baharuddin Demmu memberikan solusi sebagai jalan tengah yang kemudian disepakati bersama peserta rapat. “Perusahaan bersikeras bahwa tidak ada tanam tumbuh di wilayah yang sengketa, sedangkan warga dan perwakilan ahli waris serta kuasa hukum bersikukuh mengklaim adanya tanam tumbuh yang telah digusur oleh perusahaan. Untuk itu, saya mengusulkan agar dilakukan foto satelit,”jelasnya.

Melalui Citra Satelit berbayar, maka akan diketahui dengan jelas tidak hanya titik koordinatnya saja tetapi juga dilengkapi dengan gambar atau foto di tahun yang diinginkan. “Ini satu-satunya cara untuk membuktikan kebenarannya. Adapun biaya akan ditanggung oleh pihak perusahaan,”terangnya.

Ia menambahkan bisa saja untuk tidak sampai pada meminta Citra Satelit berbayar, asalkan pihak MSJ mau menjelaskan pada rapat ini berapa nilai tali asih yang akan diberikan kepada pihak yang bersengketa.

“Warga menginginkan, jelaskan saja berapa yang ingin diberikan baru kemudian musyawarah mufakat dengan warga yang bersengketa. Kalau disepakati bersama maka masalah ini selesai tanpa berlarut-larut atau bahkan berlanjut ke ranah hukum,”imbuhnya.(hms4)
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)