Bahas STS Muara Berau Komisi III Hadirkan KSOP

Selasa, 16 Februari 2021 1529
Komisi III DPRD Kaltim menggelar rapat dengan sejumlah pihak salah satunya KSOP Samarinda terkait terbitnya konsesi Konsesi BUP di Muara Berau
SAMARINDA. Masih menyoroti kegiatan Ship to Ship (STS) Transfer di Muara Berau dan Muara Jawa Kabupaten Kutai Kartanegara, Komisi III DPRD Kaltim, Selasa (16/2) menghadirkan pihak KSOP Samarinda. Selain itu hadir pula perwakilan Dinas ESDM Kaltim DPMPTSP Kukar dan PT Pelabuhan Tiga Bersaudara.

Ketua Komisi III DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud, menyebutkan bahwa pada dasarnya Komisi III berharap bahwa ijin konsesi Badan Usaha Pelabuhan (BUP) yang dilaksanakan oleh PT Pelabuhan Tiga Bersaudara dapat berkontribusi bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk Kalimantan Timur. “Yang lebih miris lagi saya belum menemukan satu rupiahpun pendapatan asli daerah”, ungkap Hasanuddin.

Ia juga menambahkan, mengapa untuk kegiatan ini pihak swasta murni yang masuk. Padahal Kaltim memiliki Perusahaan Daerah (Perusda) yang juga mendapat BUP yang semestinya bisa dikerjasamakan sehingga pemerintah daerah juga mendapat PAD. “Wilayah kami tercemar limbah, namun tidak menghasilkan apa-apa. Justru saat diskusi dengan Bupati Kukar menyampaikan apa pendapatan bagi Kukar, nanti kalau ada masalah limbah, masalah sosial, masalah nelayan baru ke pemerintah daerah,” terang Politisi Golkar ini dalam pertemuan yang dihadiri Ari Wibowo, Kasi Lalu Lintas dan Angkutan Laut (Lala) KSOP Samarinda.

Dalam pertemuan di kantor DPRD Kaltim tersebut, terungkap pula sejumlah informasi bahwa 5% dari penghasilan PT Pelabuhan Tiga Bersaudara masuk dalam PNPB Negara. Saat ini PT Pelabuhan Tiga Bersaudara juga sedang menyusun Standar Prosedur Sistem Bongkar Muat di STS.  Selain itu STS Muara Berau dan Muara Jawa juga sudah masuk dalam rencana Induk Pelabuhan Nasional. Sementara soal tarid bongkar muat belum ada, karena masih proses perhitungan dan tidak boleh lebih dari 25% dari  penjualan sesuai aturan yang berlaku.

Sebagaimana diketahui hadir pula Sekretaris Komisi III H Baba Sejumlah Anggota Komisi III yakni Harun Al Rasyid, Mimi Meriami Br Pane, dan Syafruddin. (adv/hms5)
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)