Bahas Soal Jembatan, Komisi Gabungan Gelar Rapat Kerja

Selasa, 7 Juni 2022 76
Rapat Gabungan Komisi DPRD Provinsi Kalimantan Timur dngan KSOP Kelas II Samarinda, Dinas PUPR Kaltim, dan Dinas Perhubungan Kaltim, Senin (6/6).///
SAMARINDA. Komisi gabungan DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar rapat kerja dengan Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas II Samarinda, Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Perumahan Rakyat (PUPR dan Perkim) Kaltim, dan Dinas Perhubungan Kaltim, Senin (6/6).

Ketua Komisi II DPRD Kaltim Nidya Listiyono mengatakan pertemuan ini dilangsungkan dalam rangka membahas tentang seringnya insiden jembatan di Kaltim yang tertabrak kapal/ponton angkutan batubara.

“Sudah sering kejadian jembatan tertabrak, DPRD tidak pernah mengetahui bagaimana mekanisme penyelesaiannya. Jembatan kan dibangun dari APBD wajar sebagai fungsi pengawasan pembangunan dan rakyat perlu mengetahui,” sebutnya.

Ia menyebutkan masyarakat juga berhak mengetahui terkait sanksi yang diberikan khususnya terkait ganti rugi dan bagaimana sebenarnya keamanan jembatan terlebih mobilitas arus lalulintas kendaraan yang melintas cukup padat.

Anggota Komisi III DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud meminta agar proses penyelesaian setiap kasus penabrakan jembatan di publis sehingga diketahui masyarakat luas. Selain itu, terkait ganti rugi apakah masuk ke kas daerah atau tidak.

”Apabila terjadi penabrakan dan kemudian jembatan runtuh bagaimana penyelesainya siapa yang mau bertanggungjawab dengan membangun kembali jembatan,”tanya Politikus Golkar itu.

Adapun anggota gabungan komisi DPRD Kaltim yang hadir pada rapat tersebut yakni Ketua Komisi III Veridiana Huraq Wang, Ketua Komisi I Baharuddin Demmu, Baba, Harun Al Rasyid, Ismail, dan Baharuddin Muin. Adapula Romadhoni Putra Pratama, M Udin, Syarkowi, Hasanuddin Masud, Muhammad Adam, Ely Hartati Rasyid, Sapto Setyo Pramono, Amiruddin, dan Jawad Siradjuddin,(adv/hms4)
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)