Shemmy Hadiri Musrenbang RKPD Kota Bontang Tahun 2026

Senin, 14 April 2025 1055
Anggota DPRD Kaltim Shemmy hadiri Musrenbang RKPD Kota Bontang Tahun 2026
BONTANG. Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Timur Shemmy Permata Sari menghadiri Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) RKPD Kota Bontang Tahun 2026 di Pendopo Walikota Bontang, Senin (14/4/2025).

Kegiatan yang dibuka Walikota Bontang Neni Moerniaeni tersebut menghadirkan narasumber secara langsung yakni Kabid PPM Bappeda Kaltim Wahyu Gatut Purboyo, Ketua DPRD Kota Bontang Andi Faizal Sofyan dan Sekda Kota Bontang Aji Erlynawati.

Musrenbang diselenggarakan bertujuan menjadi wadah dalam menentukan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kota Bontang Tahun 2026. Shemmy mengaku bahwa sebagai Anggota DPRD Provinsi Kaltim dapil VI menudukung penuh Pembangunan Di Kota Bontang.

“Apalagi saya Alhamdulillah duduk di Komisi II Bidang Keuangan dan Perekonomian tentu saja saya mendukung khusus Bankeu yang diberikan oleh Provinsi atau Pemerintah Daerah untuk membantu pembangunan, pemberdayaan masyarakat Kota Bontang,” ujar Shemmy

Oleh sebab itu, DPRD Kaltim sebut Shemmy memberikan dukungan maksimal dalam menyelesaikan berbagai pekerjaan rumah yang sedang di hadapi Pemerintah Kota Bontang.

Dikatakan Shemmy bahwa dalam menghadapi beragam tantangan seperti kawasan kumuh dan banjir kota bontang perlu dukungan pemerintah Provinsi dan pemerintah pusat agar mampu mencapai hasil lebih maksimal.(hms10)
TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.