Setelah Berau, Pansus Cros Check ke Kutim

Senin, 18 April 2022 1594
KUNKER : Pansus pembahas Perubahan Peraturan Daerah Kaltim Nomor 10 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Jalan Umum dan Jalan Khusus untuk Kegiatan Pengangkutan Batubara dan Kelapa Sawit saat kunjungan kerja ke perusahaan tambang di Kutai Timur. (14-15/4).
KUTIM. Setelah Berau, Pansus Jalan Umum dan Jalan Khusus Untuk Angkutan Batubara dan Kelapa Sawit melanjutkan kunjungan lapangan ke PT Indexim Coalindo, PT GAM, dan PT Kaltim Prima Coal di Kutai Timur, Kamis - Jumat (14-15/4).

Wakil Ketua DPRD Kaltim Seno Aji menuturkan kunjungan tersebut memiliki tujuan yang sama dengan kunker ke Berau, yakni evaluasi aplikasi Peraturan Daerah Kaltim Nomor 10 Tahun 2012 terhadap perusahaan-perusahaan tambang batubara.

Ia menyebutkan banyaknya keluhan masyarakat terhadap kerusakan jalan di sejumlah tempat di Kaltim yang diduga disebabkan kendaraan berbobot besar yang melebihi kemampuan daya tahan jalan.

"Kendaraan alat berat atau bertonase besar yang melintas jalan yang dilihat warga itu menjadi alasan utama rusaknya jalan. Kondisi jalan rusak ini menimbulkan kerugian bagi masyarakat yang melintas termasuk rawan kecelakaan," Katanya.

Sebab itu, penting juga bagi Pansus untuk mengetahui kebenaran tentang apakah perusahaan-perusahaan pertambangan dengan izin yang jelas menggunakan jalan umum untuk mobilitas angkutan hasil tambangnya.

Sebab kalau benar-benar terjadi berarti perusahaan tentu saja dinilai telah melanggar amanat Perda Kaltim Nomor 10 Tahun 2012 tepatnya pada Pasal 7 disebutkan bahwa setiap perusahaan pertambangan batu bara dan perkebunan kelapa sawit wajib membangun prasarana jalan khusus termasuk underpass maupun crossing.

Ketua Pansus Jalan Umum dan Jalan Khusus Ekti Imanuel menjelaskan sebagai salah satu daerah yang dianugerahi sumber daya alam Kutai Timur terdapat beberapa perusahaan besar batubara.

Oleh sebab itu penting bagi pansus untuk memastikan perusahaan-perusahaan dimaksud telah menjalankan amanat dari perda. "Perusahaan tentu mendapat banyak keuntungan dari hasil bisnisnya karena itu sudah selayaknya tidak menggunakan jalan umum kalaupun lintasan wajib membuat underpass atau flyover," tegas Ekti didampingi Agiel Suwarno, Agus Aras, Harun Al Rasyid, dan lainnya.

Politikus Gerindra itu menyebutkan dari hasil informasi dan data serta cek lapangan di beberapa titik memang sebagian besar tidak menggunakan jalan umum hanya lintasan itupun besar menggunakan underpass atau flyover.

"Keterbatasan waktu tentu tidak semua titik lintasan se Kutim kami lakukan cross check, kendati demikian pihaknya juga meminta perusahaan untuk memberikan masukan terhadap draf raperda yang sedang dibahas sebagai masukan karena objek dari perda itu adalah perusahaan,"imbuhnya.

Manajer PT Indexim Coalindo Mariadi mengatakan Indexim merupakan perusahaan pemegang izin PKP2B dengan total luasa lahan seluas 24.050 hektare di Kutai Timur dengan tahun izin mulai 2010 - 2040.

"Selancau dan Kaliorang adalah dua desa yang dilewati oleh kendaraan muatan batubara, dan ada satu lagi tetapi jalan kebun di KM 24. Satu lintasan sudah dibangun underpass," sebutnya.

Pihaknya memberikan masukan terhadap raperda agar pada pasal yang mengharuskan membuat flyover hendaknya mempertimbangkan berbagai aspek mulai dari lingkungan dan kepadatan kendaraan yang melintas. Apabila ternyata dilapangan kendaraan tidak padat bisa hanya menggunakan portal.

General Manajer Eksternal PT KPC Wawan Setiawan menuturkan ada tiga lintasan dengan jalan umum kendati demikian ketiganya telah dibuat underpass sehingga sesuai dengan berbagai aspek termasuk keamanan.

Tiga underpass dimaksud, pertama Inul ligenite berlokasi di Sangatta - Simpang Perdau, kedua underpass CH 14000 di Muara Lembak - Pelabuhan Ronggang,  dan ketiga underpass Pedayak di Simpang Perdau - Batu Ampar.

Wawan menyampaikan keluhannya bahwa sering terjadinya kerusakan fisik jalan diduga disebabkan angkutan kelapa sawit. "Kendaraan sawit cukup masif akan tetapi ketika ada kerusakan justru perusahaan tambang yang dipanggil untuk perbaikan," ujarnya. (adv/hms4)
TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.