Sengketa Lahan 8.000 Hektare Masih Buntu, DPRD Kaltim Desak Musyawarah antara PT MSJ dan KT Mekar Indah

Kamis, 4 September 2025 456
Komisi I DPRD Kaltim menggelar RDP bersama Kelompok Tani Mekar Indah, PT Mahakam Sumber Jaya, dan Dinas Kehutanan, membahas sengketa lahan 8.000 hektare yang belum menemukan titik terang.
SAMARINDA – Konflik lahan antara Kelompok Tani (KT) Mekar Indah dan perusahaan tambang PT Mahakam Sumber Jaya (MSJ) kembali mencuat dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP)
yang digelar Komisi I DPRD Kalimantan Timur, Kamis (4/9/2025). Meski diskusi berlangsung intens, pertemuan belum berhasil menjembatani kepentingan kedua belah pihak.

Ketua KT Mekar Indah, Landoi, membuka forum dengan memaparkan sejarah pengelolaan lahan oleh kelompoknya. Ia menyebut sejak 1998 KT Mekar Indah telah mengelola area seluas 8.000 hektare dengan dukungan pemerintah desa dan kecamatan. “Sejak 2005 PT MSJ masuk tanpa pernah ada ganti rugi. Kami tidak menuntut lebih, hanya meminta ada musyawarah mufakat,” ujar Landoi.

Namun, klaim tersebut langsung diklarifikasi oleh Kepala Dinas Kehutanan Kaltim, Joko Istanto. Ia menegaskan bahwa lahan yang disengketakan berada dalam Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK), yang tidak dapat dijadikan dasar jual beli atau klaim kepemilikan.

“Kami tidak pernah meminta PT MSJ membayar kepada KT Mekar Indah. Yang kami dorong adalah musyawarah, sebagaimana tercantum dalam notulen rapat April 2025,” jelas Joko.

PT MSJ pun menyampaikan sikap serupa. Agung Mahdi, External Relations Specialist perusahaan, menyatakan bahwa klaim KT Mekar Indah tidak memiliki landasan hukum yang sah.

“Rekomendasi camat yang dulu dijadikan dasar sudah dicabut sejak 2009. Surat dari Sekda Kukar juga menegaskan bahwa SKT atau SPPT di kawasan hutan tidak dapat dijadikan bukti kepemilikan. Bahkan laporan pidana dari KT Mekar Indah telah dihentikan oleh kepolisian pada 2023,” terang Agung.

Pihak kepolisian turut memberikan keterangan. Kabag Ops Polres Kukar, Kompol Roganda, mengonfirmasi bahwa saat ini sedang ditangani laporan dari PT MSJ terkait dugaan penutupan lahan dan penghalangan aktivitas tambang oleh kelompok tani.

RDP antara KT Mekar Indah dan PT MSJ yang difasilitasi Komisi I DPRD Kaltim menghasilkan tiga poin penting terkait sengketa lahan di kawasan kehutanan. Wakil Ketua Komisi I, Agus Suwandy, menegaskan bahwa praktik jual beli maupun ganti rugi atas tanah di kawasan kehutanan tidak diperbolehkan. Ia juga meminta kedua belah pihak untuk tetap membuka ruang musyawarah demi mencari solusi bersama. Selain itu, seluruh pihak diimbau menjaga kondusivitas dan menghindari tindakan yang berpotensi melanggar hukum.

“Kita berharap RDP ini menjadi titik awal bagi KT Mekar Indah dan PT MSJ untuk duduk bersama dan mencari solusi. Proses hukum sudah berjalan, kini saatnya mengedepankan musyawarah,” tutup Agus. (adv/hms7)
TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.