Safuad Sosialisasi Perda Hak Penyandang Disabilitas di Bontang

Senin, 4 April 2022 308
BONTANG. Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) Safuad melaksanakan Sosialisasi Peraturan Daerah (Sosper) di daerah pemilihannya (Dapil) wilayah kota Bontang dengan membahas peraturan daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2018 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas. Sosper tersebut dilaksanakan di Jalan Sultan Hasanuddin RT 05 Kelurahan Berbas Pantai Kecamatan Bontang Selatan Kota Bontang, pada Jumat, (01/04/2022).

Safuad menyampaikan dalam sambutannya, bahwa penyandang disabilitas adalah warga negara yang mempunyai kedudukan hukum dan hak asasi manusia yang sama berdasarkan Undang-undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945. Maka itu, tujuan Perda Nomor 1 tahun 2018 dibuat ialah untuk melindungi disabilitas dari penelantaran dan segala tindakan diskriminatif serta pelanggaran hak asasi manusia (HAM). “Tentunya kegiatan ini sangat penting. Membuka informasi masyarakat, bahwa kita semua sejajar dimata hukum, dan ada Perdanya,” terang Safuad.

Ia juga menyampaikan bahwa penyandang disabilitas wajib terlibat dalam proses perencanaan pembangunan daerah. Negara juga bertanggung jawab untuk melindungi, menegakkan dan memajukan hak asasi manusia. “Maka dari itu, penting sosper ini dilakukan, agar masyarakat yang menjadi konstituen kami mengetahui,” ucap Safuad.

Ia melanjutkan, dalam pelaksanaannya pemerintah daerah diwajibkan untuk mewujudkan infrastruktur yang ramah terhadap para penyandang disabilitas. “Sumber pembiayaannya, berasal dari APBD dan penerimaan lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan perundang yang berlaku. Termasuk di dalamnya akomodasi yang layak bagi warga penyandang disabilitas,” ungkap Safuad.

Safuad memastikan, pendataan terhadap penyandang disabilitas wajib dilakukan untuk memperoleh data yang akurat terkait karakteristik pokok dan rincian terkait hal tersebut. “Agar ke depan, rumusan dan implementasi kebijakan ini memenuhi secara utuh pemenuhan hak penyandang disabilitas di Kutim,” pungkasnya.

Perlu diketahui, untuk penyampaian lebih jelas tentang perda tentang perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas, Safuad menghadirkan dua narasumber Rosdianto, S.Pi.,M.Si sebagai pemateri 1, dan Lasarido, SP.,MP sebagai narasumber 2, yang dipandu oleh moderator Rudi,SP,MP. (adv/hms7)
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)