Renja Tahun 2023 DPRD Kaltim Disahkan

Senin, 11 April 2022 181
Sutomo Jabir selaku Ketua Tim Pembahas Rencana Kerja DPRD Kaltim Tahun 2023 menyampaikan laporan hasil kerja pada rapat paripurna ke-11 DPRD Kaltim, Senin (11/4).///
SAMARINDA. Rencana kerja Tahun 2023 DPRD Provinsi Kalimantan Timur telah disahkan. Pengesahan tersebut di lakukan pada rapat paripurna ke-11 DPRD Kaltim yang digelar tatap muka dan secara virtual, Senin (11/4).

Pada rapat yang dipimpin Ketua DPRD Kaltim Makmur HAPK dan didampingi Wakil Ketua Seno Aji dan Sigit Wibowo tersebut, Ketua Tim Renja 2023 DPRD Kaltim Sutomo Jabir dalam penyampaian laporannya menjelaskan bahwa renja yang disusun dalam bentuk program dan kegiatan berbasis pelaksanaan tiga fungsi utama DPRD yaitu legislasi, budgeting dan monitoring.

“Renja 2023 telah mengakomodir rencana kegiatan kedewanan seperti sosialisasi peraturah daerah Kaltim, serap aspirasi masyarakat dalam rangka dasar dalam menyusun pokok-pokok pikiran DPRD yang disampaikan pada pembahasan musyawarah pembangunan daerah provinsi
dan lainnya,” sebutnya.

Ia menjelaskan ada penambahan kegiatan yang baru akan dilaksanakan pada 2023 yakni sosialisasi kebangsaan dengan tujuan meningkatkan semangat persatuan dan kesatuan sebagai anak bangsa.

“Semangat kebangsaan ini penting dan harus terus dikampanyekan agar apapun etnis, keyakinan ataupun golongan kita tetap bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Semangat gotong royong sebagai pondasi kemasyarakatan juga harus terus ditingkatkan,”sambungnya. (adv/hms4)
TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.