Polemik Beli Buku di Sekolah, Ini Kata Wakil Komisi IV DPRD Kaltim

17 Juli 2023

Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Puji Setyowati
SAMARINDA. Setiap tahun ajaran baru tak jarang orang tua siswa harus merogoh kocek yang dalam untuk persiapan anaknya menjadi peserta didik baru. Baju seragam dan buku, menjadi hal yang harus dimiliki oleh peserta didik baru.

Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Puji Setyowati menerangkan, setiap Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) banyak keluhan dari orang tua siswa yang diterimanya terkait kewajiban membeli buku paket oleh pihak sekolah. Ia menegakan meski, buku paket merupakan kebutuhan, pihak sekolah sebaiknya tidak boleh mengharuskan kepada siswa untuk memilikinya apalagi mewajibkan membeli buku dari pihak sekolah. “Semestinya tidak diwajibkan untuk membeli buka dan seragam, akan tetapi orang tua juga harus memahami. Karena bisa mempengaruhi psikis anak,” jelasnya (10/7/2023).

Ia mendorong agar pihak sekolah benar-benar memperhatikan kondisi siswa. Dan Puji tak luput meminta orangtua murid untuk mempersiapkan segala kebutuhan anak jelak tahun ajaran baru. “Ada hal yang gratis namun ada hal untuk pendidikan yang orang tua harus siapkan,”tandasnya.

Sementara Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Samarinda,  Asli Nuryadin,  menjelaskan, pihaknya tengah menyusun surat edaran ke sekolah-sekolah. Poinnya, bahwa pihak sekolah tidak boleh menjual  buku. Apalagi buku wajib bagi siswa telah disiapkan pemerintah melalui dana Bosnas. “Tidak ada kewajiban beli buku terutama yang wajib. Silakan meminjam ke sekolah atau mencatat,” tegasnya.

Asli pun memastikan bagi sekolah yang tetap menjual buku wajib kepada siswanya, akan diberikan sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku. (adv/hms7)
TULIS KOMENTAR ANDA
Berita Utama
Database Pertanian, Kunci Ketahanan Pangan Kaltim di Tengah Dinamika IKN
admin 22 November 2024
0
SAMARINDA. Hadirnya Ibu Kota Nusantara (IKN) membawa dinamika baru bagi Kalimantan Timur (Kaltim). Salah satunya adalah melonjaknya kebutuhan pangan seiring pertumbuhan pesat jumlah penduduk. Namun, ambisi Kaltim menuju swasembada pangan menghadapi sejumlah tantangan mendasar. Salah satu ironi terbesar adalah penurunan produksi padi di tengah meningkatnya permintaan. Penyebabnya, tak lain adalah maraknya alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan dan area pertambangan. Hingga saat ini, Benua Etam masih bergantung pada suplai pangan dari daerah lain seperti Jawa dan Sulawesi. Wakil Ketua DPRD Kaltim, Ananda Emira Moeis, tak memungkiri bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kaltim masih bertumpu pada sektor sumber daya alam, terutama pertambangan. Namun, ia meyakini bahwa Kaltim memiliki potensi besar untuk mencapai swasembada pangan, mengingat luasnya wilayah yang tersedia. Ananda menyoroti pentingnya pemerintah menyusun database yang komprehensif untuk memetakan potensi wilayah di Kaltim. la menilai, langkah ini menjadi fondasi penting untuk merancang cetak biru ketahanan pangan, terutama sebagai penyangga kebutuhan IKN. "Kita belum punya data konkret soal pertanian di setiap kabupaten/kota. Berapa luas lahannya? Bagaimana kualitas tanahnya, subur atau tidak? Cocoknya ditanami apa? Kalau kita punya database lengkap, saya yakin kita tidak perlu lagi mengandalkan pasokan dari luar. Kita bisa memenuhi kebutuhan pangan sendiri," ungkap Ananda. la menambahkan bahwa sejauh ini, Kutai Kartanegara (Kukar), Paser, dan Penajam Paser Utara (PPU) sudah dikenal sebagai lumbung pangan di Kaltim. Namun, ia meyakini wilayah lain juga memiliki potensi serupa jika dikelola dengan baik. Ananda menekankan perlunya pemetaan menyeluruh dari hulu ke hilir. "Yang paling penting, mulailah dengan database. Setelah itu, pemerintah harus menjadikannya prioritas, dari pusat hingga kabupaten/kota. Selain fokus pada SDA, kita juga harus memastikan ketahanan pangan, terutama untuk kebutuhan kita sendiri," tuturnya. la juga mendorong pemerintah pusat memberikan perhatian lebih pada pengembangan food estate di Kaltim sebagai salah satu solusi strategis. Namun, ia mengingatkan agar kebijakan tersebut tetap berpihak pada kesejahteraan petani lokal. "Jika dilakukan dengan serius, food estate bukan hanya bisa memperkuat swasembada pangan, tapi juga meningkatkan kesejahteraan petani. Jadi, semua pihak harus bergandengan tangan untuk mewujudkan ini," pungkasnya. (adv/hms7)