Polemik Beli Buku di Sekolah, Ini Kata Wakil Komisi IV DPRD Kaltim

Senin, 17 Juli 2023 296
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Puji Setyowati
SAMARINDA. Setiap tahun ajaran baru tak jarang orang tua siswa harus merogoh kocek yang dalam untuk persiapan anaknya menjadi peserta didik baru. Baju seragam dan buku, menjadi hal yang harus dimiliki oleh peserta didik baru.

Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Puji Setyowati menerangkan, setiap Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) banyak keluhan dari orang tua siswa yang diterimanya terkait kewajiban membeli buku paket oleh pihak sekolah. Ia menegakan meski, buku paket merupakan kebutuhan, pihak sekolah sebaiknya tidak boleh mengharuskan kepada siswa untuk memilikinya apalagi mewajibkan membeli buku dari pihak sekolah. “Semestinya tidak diwajibkan untuk membeli buka dan seragam, akan tetapi orang tua juga harus memahami. Karena bisa mempengaruhi psikis anak,” jelasnya (10/7/2023).

Ia mendorong agar pihak sekolah benar-benar memperhatikan kondisi siswa. Dan Puji tak luput meminta orangtua murid untuk mempersiapkan segala kebutuhan anak jelak tahun ajaran baru. “Ada hal yang gratis namun ada hal untuk pendidikan yang orang tua harus siapkan,”tandasnya.

Sementara Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Samarinda,  Asli Nuryadin,  menjelaskan, pihaknya tengah menyusun surat edaran ke sekolah-sekolah. Poinnya, bahwa pihak sekolah tidak boleh menjual  buku. Apalagi buku wajib bagi siswa telah disiapkan pemerintah melalui dana Bosnas. “Tidak ada kewajiban beli buku terutama yang wajib. Silakan meminjam ke sekolah atau mencatat,” tegasnya.

Asli pun memastikan bagi sekolah yang tetap menjual buku wajib kepada siswanya, akan diberikan sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku. (adv/hms7)
TULIS KOMENTAR ANDA
Pendidikan Tak Relevan Jadi Akar Ketimpangan, DPRD Kaltim Dorong Kurikulum Berbasis Lokalitas
Berita Utama 31 Juli 2025
0
SAMARINDA. Ketimpangan pembangunan sumber daya manusia antara pusat dan pinggiran di Kalimantan Timur kembali menjadi sorotan. Sistem pendidikan nasional dinilai belum mampu menyentuh realitas lokal, sehingga gagal menjawab kebutuhan riil masyarakat di daerah kaya sumber daya alam namun tertinggal dari sisi kualitas SDM. Sorotan ini disampaikan Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Agusriansyah Ridwan, yang menilai, pendekatan pendidikan yang masih terlalu sentralistik menjadi penghambat utama. “Selama ini pendekatan pendidikan kita masih terlalu sentralistik, padahal tiap wilayah punya kebutuhan dan kekuatan masing-masing. Ketika pendidikan tidak relevan dengan realitas  lokal, maka pembangunan pun berjalan timpang,” jelasnya. Menurutnya, solusi dari stagnasi kualitas pendidikan di daerah adalah dengan mengembangkan model pembelajaran berbasis karakteristik lokal. Bagi politisi Fraksi PKS ini, kurikulum pendidikan tidak cukup hanya mengikuti standar nasional, tetapi juga harus mampu menyerap nilai-nilai budaya lokal, kebutuhan dunia kerja setempat, serta potensi ekonomi daerah. “Ini bukan semata soal menjaga warisan leluhur, tapi bagaimana menjadikan kearifan lokal sebagai fondasi dalam menyiapkan generasi yang mampu menjawab tantangan pembangunan di wilayahnya sendiri,” ujarnya. Ia menegaskan, pendidikan kontekstual bukan sekadar upaya pelestarian budaya, melainkan langkah strategis agar mencetak lulusan yang adaptif, kompeten, dan siap membangun daerah secara mandiri. Kritik keras juga disampaikan Agusriansyah terhadap pola kebijakan pendidikan nasional yang dianggap terlalu memusatkan peran pemerintah pusat, sementara masyarakat di daerah pinggiran, seperti wilayah pesisir dan pedalaman Kaltim, hanya diposisikan sebagai objek dari program yang bersifat seragam. Sebagai bagian dari Fraksi PKS DPRD Kaltim, Agusriansyah mendorong perlunya kolaborasi konkret antara pemerintah daerah, institusi pendidikan, serta komunitas lokal agar merumuskan arah pendidikan yang lebih adil dan relevan. “Pendidikan harus berangkat dari realitas yang ada. Ketika sistem pendidikan mampu mencerminkan identitas lokal, maka hasilnya tidak hanya mencetak lulusan berkualitas, tetapi juga memperkuat jati diri dan daya saing daerah,” tutupnya. Dengan pendekatan ini, pendidikan tidak hanya menjadi alat mobilitas sosial, tetapi juga instrumen strategis pemerataan pembangunan antar wilayah di Kaltim. (hms7)