Pimpinan Dan Anggota DPRD Kaltim Sambut Kunker Komisi IX DPR RI Di Balikpapan

Senin, 9 Desember 2024 1141
SAMBUT : Wakil Ketua DPRD Kaltim Yenni Eviliana didampingi Anggota DPRD Kaltim Damayanti dan Sulasih ketika menyambut rombongan Komisi IX DPR RI.
BALIKPAPAN. Wakil Ketua DPRD Kaltim Yenni Eviliana bersama Anggota DPRD Kaltim Damayanti dan Sulasih menyambut kedatangan rombongan Komisi IX DPR RI.

Kedatangan rombongan juga di sambut oleh Asisten I Bidang  Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setdaprov Kaltim Muhammad Syirajudin di VIP Room Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman (SAMS) Sepinggan Balikpapan, Senin (9/12/2024).

Kunjungan kerja (kunker) spesifik Komisi IX DPR RI ke Kaltim adalah dalam rangka meninjau pembangunan rumah sakit yang berada di Ibu Kota Nusantara (IKN).#

Yenni Eviliana pada kesempatan itu mengatakan bahwa rombongan Komisi IX DPR RI melakukan kunjungan kerja spesifik ke Kaltim yaitu berkaitan tentang masalah rumah sakit yang ada di IKN.

Selain itu, lanjutnya, berkaitan dengan masalah gizi dan program makan gratis pada masing-masing daerah.

“Mereka memantau itu, apa saja yang sudah dan nanti kedepannya sudah terlaksana. Itu yang mereka lakukan hari ini,” jelas Yenni. (hms8)
TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.