Paser dan PPU Butuh Percepatan Jalan, DPRD Kaltim Tekan Pemprov Tambah Bankeu

Jumat, 23 Mei 2025 134
Sekretaris Komisi III DPRD Kaltim, Abdurahman KA
SAMARINDA. Lambatnya pembangunan jalan di Kabupaten Paser dan Penajam Paser Utara (PPU) mendorong DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) meminta pemerintah provinsi untuk menambah alokasi bantuan keuangan (bankeu) pada tahun anggaran berikutnya. Dua wilayah ini dinilai sangat strategis karena menjadi daerah penyangga utama bagi pengembangan Ibu Kota Nusantara (IKN).

Hal tersebut disampaikan Sekretaris Komisi III DPRD Kaltim, Abdurahman KA, Ia menyoroti terbatasnya anggaran pembangunan jalan di PPU dan Paser yang menurutnya masih belum
sebanding dengan kebutuhan lapangan. “Bankeu untuk 2025 ini sekitar Rp200 miliar lebih. Tapi ini belum cukup untuk menjawab kebutuhan pembangunan jalan yang mendesak, apalagi di dua daerah penyangga IKN,” ujar Abdurahman.

Menurutnya, percepatan pembangunan jalan bukan hanya soal tuntutan masyarakat lokal, tetapi menyangkut kesiapan logistik, konektivitas, dan mobilitas untuk mendukung kawasan IKN.

Abdurahman menilai perlambatan pembangunan infrastruktur di PPU dan Paser bisa berimbas langsung terhadap kecepatan pengembangan kawasan ibu kota negara baru. “Kalau dua kabupaten penyangga ini lambat pembangunannya, efeknya ke IKN juga lambat. Maka bankeu harus ditambah dan tepat sasaran,” tegasnya.

Di Paser, saat ini hanya dua ruas jalan yang berstatus provinsi, yaitu Janju–Jone–Pondong Baru dan Kerang–Tanjung Aru. Meskipun kondisinya sudah hampir mantap, masih ada delapan ruas jalan lain yang belum tersentuh secara maksimal karena tidak masuk dalam skema kewenangan provinsi.

“Total kebutuhan anggaran untuk peningkatan delapan ruas jalan tersebut diperkirakan mencapai Rp1,2 triliun menurut data dari Dinas PU Paser,” ujarnya.

Di PPU, ruas jalan pendekat Ambulu–Minung juga menjadi perhatian. Walau sudah dilakukan perbaikan, kualitas jalan masih belum optimal dan memerlukan dukungan tambahan. Abdurahman menekankan pentingnya konsistensi dukungan anggaran dari provinsi, khususnya untuk memperkuat wilayah yang berbatasan langsung dengan IKN.

“Kita perlu pemerataan perhatian. Jangan karena jalan provinsi di Paser hampir 100 persen mantap, lalu tidak ada lagi alokasi. Pembangunan di daerah penyangga harus tetap dikawal,” katanya.

Ia berharap perubahan status beberapa ruas jalan non-provinsi bisa segera diproses agar pembangunan lebih optimal. Bila tidak memungkinkan dalam waktu dekat, skema bantuan
keuangan bisa dijadikan solusi untuk menambal kebutuhan yang ada. Dengan tujuh legislator dari dapil PPU dan Paser, Abdurahman mengaku pihaknya akan terus mendorong agar pembahasan anggaran ke depan lebih berpihak pada wilayah-wilayah strategis yang menopang IKN.

“Ini bukan cuma soal dapil, tapi soal posisi Kaltim sebagai daerah masa depan Indonesia. Maka kita semua wajib memastikan infrastruktur dasar, seperti jalan, benar-benar siap,” pungkasnya. (adv/hms7)
TULIS KOMENTAR ANDA
Pansus PPPLH Konsultasi ke Kemendagri , Dorong Sanksi Tegas dan Penguatan Kewenangan Daerah
Berita Utama 20 Agustus 2025
0
JAKARTA — Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kalimantan Timur yang tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPPLH) melakukan konsultasi awal ke Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Rabu (20/8/2025). Konsultasi ini digelar sebagai bagian dari tahapan penyusunan regulasi daerah yang diharapkan menjadi landasan hukum perlindungan lingkungan hidup di Kaltim secara berkelanjutan dan berkeadilan. Rombongan dipimpin Wakil Ketua Pansus, Baharuddin Demmu, bersama anggota DPRD Kaltim Fadly Imawan, Apansyah, Abdurahman KA, dan Husin Djufrie. Turut hadir Plt. Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) DLH Provinsi Kaltim, M. Ahmidin. Mereka diterima oleh Analis Hukum Ahli Muda Direktorat Produk Hukum Daerah, Ditjen Otonomi Daerah, Baren Rudy S Tambunan, beserta jajaran. Dalam pertemuan tersebut, Pansus menyampaikan sejumlah isu strategis yang menjadi perhatian daerah, seperti maraknya lahan bekas tambang yang terbengkalai, kebakaran hutan, konflik lahan, serta ancaman terhadap satwa endemik seperti pesut Mahakam. Minimnya kewenangan daerah dalam pengawasan dan penegakan hukum menjadi sorotan utama. “Kami tidak ingin Ranperda ini hanya menjadi dokumen normatif. Harus ada penguatan substansi, terutama dalam hal sanksi dan kewenangan daerah untuk bertindak tegas terhadap pelanggaran lingkungan,” tegas Baharuddin Demmu. Ia menambahkan bahwa selama ini banyak kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan yang tidak ditindak secara optimal karena keterbatasan regulasi dan tumpang tindih kewenangan antara pusat dan daerah. “Kami ingin perda ini menjadi instrumen yang memberi ruang bagi pemerintah daerah untuk bertindak cepat dan tepat,” ujarnya. Anggota Pansus, Fadly Imawan, juga menyoroti pentingnya pengawasan terhadap reklamasi pascatambang yang selama ini dinilai lemah. “Kami melihat banyak lubang tambang yang dibiarkan terbuka tanpa reklamasi. Ini bukan hanya soal estetika, tapi menyangkut keselamatan warga dan keberlanjutan ekosistem,” katanya. Sementara itu, Apansyah menekankan perlunya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. Menurutnya, Ranperda PPPLH harus membuka ruang bagi komunitas lokal untuk terlibat aktif dalam pengawasan dan pelaporan pelanggaran. “Keterlibatan masyarakat adalah kunci. Mereka yang paling dekat dengan dampak kerusakan lingkungan,” ujarnya. Menanggapi masukan tersebut, Baren Rudy S Tambunan menjelaskan bahwa Ranperda PPPLH berpotensi mencabut dua perda lama sekaligus. Ia juga menegaskan bahwa daerah memiliki kewenangan untuk mengatur sanksi administratif dan pidana, selama tetap merujuk pada peraturan yang lebih tinggi. “Sanksi pidana harus merujuk pada UU PPLH. Jika sudah ada ketentuan pidana di undang-undang, maka perda cukup merujuk. Perlu diperhatikan bahwa objek sanksi bukan pemerintah daerah, melainkan masyarakat atau pelaku usaha yang melakukan pelanggaran,” jelas Baren. Ia menilai secara substansi, Ranperda PPPLH sudah sejalan dengan kebijakan nasional. Namun, ia menyarankan agar setelah penyusunan selesai, dilakukan pengkajian ulang melalui konsultasi lanjutan dengan Kemendagri dan kementerian teknis terkait. Konsultasi ini menjadi langkah penting bagi DPRD Kaltim dalam memastikan bahwa regulasi yang disusun tidak hanya kuat secara hukum, tetapi juga relevan dan aplikatif dalam menghadapi tantangan ekologis di daerah.(hms)