Monitoring Kerusakan Infrastruktur Jalan Karang Joang-KKT, Komisi III Dorong Penanganan Secepatnya.

Rabu, 27 Agustus 2025 38
TINJAU : Rombongan Komisi III DPRD Kaltim ketika melakukan kunjungan lapangan di PT KKT, Rabu (27/8/2025)
BALIKPAPAN. Komisi III DPRD Kaltim melakukan kunjungan lapangan ke Kaltim Kariangau Terminal (KKT) di Balikpapan, Rabu (27/8/2025). Hal tersebut dilakukan dalam rangka monitoring kondisi infrastruktur ruas jalan Karang Joang – KKT. Rombongan yang dipimpin Ketua Komisi III, Abdulloh juga turut didampingi Wakil Ketua Komisi III Akhmed Reza Fachlevi, Sekretaris Komisi III Abdurahman KA, dan Anggota Komisi III diantaranya Jahidin, Sugiyono, Syarifatul Sya’diah dan Husin Djufri.

Rombongan diterima langsung oleh Direktur Utama PT KKT, Enriany Muis beserta jajaran, dan juga dihadiri oleh perwakilan UPTD Wilayah 1 Dinas PUPR-PERA Kaltim, Jemmy, Kepala UPTD Wilayah 2 Dinas PUPR-PERA, Ilyas dan Bagus dari Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN). Abdulloh mengatakan, kunjungan kali ini adalah untuk melihat kondisi jalan maupun fasilitas PT KKT. Selain itu Komisi III ingin mengetahui terkait alokasi dana di BBPJN yang tersisa Rp 2,3 miliar.

“Apakah bisa dialokasikan terlebih dahulu untuk perbaikan jalan, atau apakah bisa dikolaborasikan dengan UPTD wilayah 1,” tanya Abdulloh. Menurutnya, mengingat kebutuhan jalan menuju KKT ini mendesak dan akibat efisiensi keuangan, ia berharap BBPJN bersurat ke Gubernur untuk meminta penanganan jalan diserahkan ke provinsi.

“Kami minta salinan RAB nya. Sehingga jika kita mengetahui berapa panjang jalan, drainase, dan anggarannya maka kami bisa mendukung. Misalnya dapat dilakukan sharing anggaran dengan provinsi. Dan saya harap Jalan Kariangau harus dibangun pada tahun 2026,” kata politisi Partai Golkar ini.

Dalam pertemuan, Enriany Muis menerangkan bahwa status jalan pada tahun 2022 berdasarkan keputusan Menteri PUPR menjadi jalan nasional. PT KKT, lanjutnya, sudah menyurat ke Dinas PUPR dan BBPJN dan melakukan koordinasi terkait jalan yang rusak pada tahun 2024.

“Namun setelah terkena efisiensi tahun 2025, informasinya dari BBPJN, dana yang tersisa hanya untuk kegiatan minor atau hanya pemeliharaan sehingga kegiatan perbaikan jalan menuju KKT ditiadakan. Pada tahun 2025 sudah ada beberapa kecelakaan yang terjadi dan dipotret oleh PT KKT akibat kondisi jalan yang rusak," jelasnya.

Sementara, Akhmed Reza Fachlevi menegaskan bahwa dilihat dari urgensi jalan ini adalah sangat diperlukan, mengingat banyaknya insiden yang terjadi. Dari hal tersebut, ia mendorong agar perlu melibatkan daerah yang mempunyai perwakilan di DPR RI misalnya di Komisi V dalam urusan infrastruktur.

“Selama ini BBPJN tidak pernah melibatkan DPRD untuk mengawal koordinasi permasalahan infrastruktur jalan Kaltim ke pusat. Sehingga kita perlu koordinasi bersama ke pemerintah pusat. Jika memang dari anggaran pusat tidak bisa, perlu didorong agar bisa menggunakan anggaran daerah dalam melakukan perbaikan infrastruktur di daerah Kaltim melalui surat permohonan ke provinsi,” jelasnya. Usai pertemuan, rombongan Komisi III bersama jajaran PT KKT dan UPTD Wilayah 1 dan 2 Dinas PUPR-PERA meninjau kondisi kerusakan ruas jalan yang terdapat banyak lubang besar, tanah lumpur dan aspal yang terkelupas. (hms8)
TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.