Menjawab Tantangan Zaman, DPRD Kaltim Rumuskan Ranperda Pendidikan dan Lingkungan

Rabu, 9 Juli 2025 38
DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Paripurna ke-22
SAMARINDA — DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Paripurna ke-22, Rabu (9/7), dengan agenda penyampaian nota penjelasan terhadap dua rancangan peraturan daerah (Ranperda) prioritas. Ranperda pertama mengenai Penyelenggaraan Pendidikan diinisiasi oleh DPRD, sementara Ranperda kedua tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diajukan oleh Pemprov Kaltim.

Ketua Bapemperda DPRD Kaltim, Baharuddin Demmu, menegaskan urgensi pembaruan regulasi pendidikan, mengingat Perda Nomor 16 Tahun 2016 dinilai sudah tidak relevan terhadap tantangan zaman. Ia menyoroti pentingnya pendidikan berbasis teknologi, perlindungan bagi tenaga pendidik, serta peningkatan partisipasi masyarakat.

"Pendidikan adalah hak dasar warga negara dan investasi jangka panjang bagi daerah. Ranperda ini mencerminkan komitmen untuk memperkuat pendidikan yang adaptif, inklusif, dan berorientasi masa depan,” ujar Baharuddin.

Ranperda tersebut terdiri atas 17 Bab dan 90 Pasal, yang mencakup ketentuan tentang alokasi anggaran pendidikan minimal 20 persen dari APBD, penguatan pendidikan inklusif, kesejahteraan tenaga pendidik, penguatan peran Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Sementara itu, Staf Ahli Gubernur Kaltim, Arief Murdiyatno, menjelaskan bahwa Ranperda tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup merupakan bentuk respons terhadap tantangan ekologis di daerah.

"Ranperda ini dirancang untuk menjawab isu lingkungan seperti pencemaran air dan udara, degradasi hutan, serta pengelolaan limbah. Keberhasilan implementasinya bergantung pada kolaborasi semua pihak demi keberlanjutan pembangunan,” ujarnya.

Rapat Paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPRD Kaltim, Ekti Imanuel, dan didampingi Sekretaris DPRD Norhayati US, menegaskan pentingnya sinergi lintas lembaga agar kedua ranperda tersebut segera disahkan dan memberikan dampak konkret bagi masyarakat.(hms8)
TULIS KOMENTAR ANDA
Pansus PPPLH Konsultasi ke Kemendagri , Dorong Sanksi Tegas dan Penguatan Kewenangan Daerah
Berita Utama 20 Agustus 2025
0
JAKARTA — Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kalimantan Timur yang tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPPLH) melakukan konsultasi awal ke Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Rabu (20/8/2025). Konsultasi ini digelar sebagai bagian dari tahapan penyusunan regulasi daerah yang diharapkan menjadi landasan hukum perlindungan lingkungan hidup di Kaltim secara berkelanjutan dan berkeadilan. Rombongan dipimpin Wakil Ketua Pansus, Baharuddin Demmu, bersama anggota DPRD Kaltim Fadly Imawan, Apansyah, Abdurahman KA, dan Husin Djufrie. Turut hadir Plt. Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) DLH Provinsi Kaltim, M. Ahmidin. Mereka diterima oleh Analis Hukum Ahli Muda Direktorat Produk Hukum Daerah, Ditjen Otonomi Daerah, Baren Rudy S Tambunan, beserta jajaran. Dalam pertemuan tersebut, Pansus menyampaikan sejumlah isu strategis yang menjadi perhatian daerah, seperti maraknya lahan bekas tambang yang terbengkalai, kebakaran hutan, konflik lahan, serta ancaman terhadap satwa endemik seperti pesut Mahakam. Minimnya kewenangan daerah dalam pengawasan dan penegakan hukum menjadi sorotan utama. “Kami tidak ingin Ranperda ini hanya menjadi dokumen normatif. Harus ada penguatan substansi, terutama dalam hal sanksi dan kewenangan daerah untuk bertindak tegas terhadap pelanggaran lingkungan,” tegas Baharuddin Demmu. Ia menambahkan bahwa selama ini banyak kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan yang tidak ditindak secara optimal karena keterbatasan regulasi dan tumpang tindih kewenangan antara pusat dan daerah. “Kami ingin perda ini menjadi instrumen yang memberi ruang bagi pemerintah daerah untuk bertindak cepat dan tepat,” ujarnya. Anggota Pansus, Fadly Imawan, juga menyoroti pentingnya pengawasan terhadap reklamasi pascatambang yang selama ini dinilai lemah. “Kami melihat banyak lubang tambang yang dibiarkan terbuka tanpa reklamasi. Ini bukan hanya soal estetika, tapi menyangkut keselamatan warga dan keberlanjutan ekosistem,” katanya. Sementara itu, Apansyah menekankan perlunya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. Menurutnya, Ranperda PPPLH harus membuka ruang bagi komunitas lokal untuk terlibat aktif dalam pengawasan dan pelaporan pelanggaran. “Keterlibatan masyarakat adalah kunci. Mereka yang paling dekat dengan dampak kerusakan lingkungan,” ujarnya. Menanggapi masukan tersebut, Baren Rudy S Tambunan menjelaskan bahwa Ranperda PPPLH berpotensi mencabut dua perda lama sekaligus. Ia juga menegaskan bahwa daerah memiliki kewenangan untuk mengatur sanksi administratif dan pidana, selama tetap merujuk pada peraturan yang lebih tinggi. “Sanksi pidana harus merujuk pada UU PPLH. Jika sudah ada ketentuan pidana di undang-undang, maka perda cukup merujuk. Perlu diperhatikan bahwa objek sanksi bukan pemerintah daerah, melainkan masyarakat atau pelaku usaha yang melakukan pelanggaran,” jelas Baren. Ia menilai secara substansi, Ranperda PPPLH sudah sejalan dengan kebijakan nasional. Namun, ia menyarankan agar setelah penyusunan selesai, dilakukan pengkajian ulang melalui konsultasi lanjutan dengan Kemendagri dan kementerian teknis terkait. Konsultasi ini menjadi langkah penting bagi DPRD Kaltim dalam memastikan bahwa regulasi yang disusun tidak hanya kuat secara hukum, tetapi juga relevan dan aplikatif dalam menghadapi tantangan ekologis di daerah.(hms)