Meneguhkan Diplomasi Budaya, Merawat Identitas Daerah Wakil Ketua DPRD Kaltim Ekti Imanuel Hadiri Kirab Budaya EBIFF 2025

Jumat, 25 Juli 2025 54
Wakil Ketua DPRD Kaltim, Ekti Imanuel, menyaksikan semarak Kirab Budaya EBIFF 2025, di Halaman Kantor Gubernur Kaltim Jumat, 25 Juli 2025. Sebuah perayaan keberagaman dan solidaritas antarbangsa.
SAMARINDA — Wakil Ketua DPRD Kalimantan Timur, Ekti Imanuel, menghadiri Kirab Budaya dalam rangka pembukaan East Borneo International Folklore Festival (EBIFF) 2025 yang
digelar meriah di halaman Kantor Gubernur Kaltim, Jumat (25/7/2025).

Kirab Budaya EBIFF diikuti oleh lebih dari 400 peserta dari berbagai negara seperti Rusia, Korea Selatan, India, Polandia, dan Rumania, serta komunitas budaya dari berbagai provinsi di Indonesia. Acara ini menjadi simbol kuat diplomasi budaya, mempertemukan ekspresi lokal dan internasional dalam satu panggung kebersamaan.

Arak-arakan dimulai dari Taman Samarendah dan berakhir di Kantor Gubernur, menampilkan kostum tradisional, musik etnik, dan pertunjukan khas masing-masing daerah dan negara.

“Budaya adalah bahasa universal yang menyatukan kita. Kehadiran delegasi internasional dan komunitas lokal hari ini menunjukkan bahwa Kaltim tidak hanya kaya akan adat, tapi
juga terbuka dalam menjalin persahabatan global,” ujar Ekti Imanuel usai menyaksikan prosesi kirab.

Sebagai representasi kelembagaan, pria yang akrab disapa Ekti ini menegaskan bahwa DPRD Kaltim mendukung penuh pelestarian budaya sebagai bagian dari strategi pembangunan daerah yang inklusif dan berkelanjutan.

Ia juga menyampaikan apresiasi kepada Pemprov Kaltim, dalam hal ini Dinas Pariwisata Kaltim dan seluruh panitia atas penyelenggaraan festival yang dinilai semakin berkualitas dari tahun ke tahun.

“EBIFF bukan sekadar festival, tapi ruang perjumpaan budaya dunia. Kita harus menjadikannya agenda strategis untuk memperkuat identitas daerah dan membuka peluang kerja sama lintas bangsa,” tambahnya.

Ekti menyampaikan harapan, agar EBIFF terus menjadi ruang dialog budaya yang mendorong masyarakat Kaltim semakin bangga dengan jati dirinya, sekaligus terbuka terhadap nilai-nilai global.

“Saya berharap, EBIFF terus menjadi ruang belajar, berkarya, dan bersatu lintas budaya. Di tengah arus globalisasi, inilah kesempatan kita menunjukkan jati diri daerah sekaligus membangun jejaring kebudayaan yang saling menghargai dan memberdayakan,” tutup Ekti.

Untuk diketahui, Festival EBIFF 2025 berlangsung selama enam hari, dari 24 hingga 29 Juli, dengan berbagai agenda seperti pentas seni internasional, pameran ekonomi kreatif, kunjungan budaya ke sekolah, dan wisata budaya ke Ibu Kota Nusantara (IKN).

Pemerintah menargetkan lebih dari 10.000 pengunjung dan proyeksi perputaran ekonomi hingga Rp 12 miliar, menjadikan EBIFF sebagai motor penggerak pariwisata dan ekonomi
kreatif Kaltim. (akb)
TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.