Komisi IV RDP Bersama BPBD Kaltim

Selasa, 19 April 2022 80
RAPAT DENGAR PENDAPAT : Ketua Komisi IV DPRD Kaltim Akhmed Reza Fachlevi didampingi Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kaltim Puji Setyowati saat RDP bersama BPBD Kaltim, Senin (18/4).
SAMARINDA. Komisi IV DPRD Kaltim menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Badan Penangggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kaltim dalam rangka membahas terkait evaluasi dan pelaksanaan program dan anggaran tahun 2021 dan program prioritas anggaran tahun 2022/2023 diruang rapat lantai 3 gedung D, Senin (18/4).

Ketua Komisi IV DPRD Kaltim Akhmed Reza Fachlevi mengatakan maksud dari digelarnya RDP ini adalah untuk bersinergi bersama BPBD Kaltim terkait program kerjanya di akhir masa jabatan dari anggota DPRD Kaltim yang tinggal dua tahun lagi.

“Di sisa masa jabatan ini, kita bisa bersinergi, kira-kira program apa yang bisa kita soundingkan dan sinergikan dengan Komisi IV bersama BPBD. BPBD adalah garda terdepan kalau setiap ada bencana, dan pasti jadi sorotan masyarakat dan jadi pejuang pada saat dilapangan,” ujar Reza didampingi Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kaltim Puji Setyowati.

Dikatakan Yasir selaku Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD Kaltim bahwa sesuai dengan Undang-Undang nomor 24 tahun 2007 tentang bencana, maka BPBD diberikan tugas untuk merumuskan dan menetapkan kebijakan penanggulangan bencana di Kaltim dan seluruh Indonesia dan mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terpadu dan menyeluruh.

Di tahun 2021, lanjut Yasir, untuk program kegiatan BPBD yang menjadi program priorotas adalah sesuai RPJMD meningkatakan kapasitas daerah dalam menanggulangi resiko bencana di Kaltim.

“Sesuai dengan yang diamanatkan di RPJMD sampai tahun 2023, desa tangguh bencana (destana) meliputi target untuk empat destana yang berada di Kubar dan Samarinda. Sampai akhir tahun 2021, target yang kita rencakan tercapai seratus persen,” sebut Yasir.

Selanjutnya, Reza mengatakan bahwa dari setiap reses maupun sosper dan kunjungan dapil ke daerah pedalaman, banyak dari anak-anak muda disana yang menginginkan pelatihan penanggulangan bencana. Namun karena keterbatasan anggaran yang ada di BPBD kabupaten/kota maka menjadi dilema bagi anak-anak muda yang ada di kecamatan maupun desa dalam hal ikut serta dalam hal mencari pengetahuan terhadap penanggulangan bencana.

“Walaupun provinsi tidak memiliki wilayah, harapan saya, kita sebagai ibu dalam istilahnya, bisa ikut secara langsung kelapangan. Kalaupun nanti BPBD agak kesusahan mencarikan anggaran untuk pelatihan dan lain-lain, kami siap dari pokir-pokir kami menambahi untuk anggaran tersebut,” ujar politisi partai Gerindra ini. (adv/hms8)
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)