Komisi III Akan Hearing Bersama Dinas PU

Selasa, 16 November 2021 177
Rapat Internal Komisi III diruang rapat lantai 3 yang dipimpin ketua Komisi Hasanuddin Mas’ud, didampingi Sekretaris Komisi H Baba. Hadir pula sejumlah anggota Komisi III DPRD Kaltim
SAMARINDA. Ketua Komisi III DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud membenarkan bahwa komisi yang ia bidangi, Rabu (17/11) akan melaksanakan hearing dengan Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Perumahan Rakyat (PUPR dan PERA) Kaltim.

Dikatakan Hasanuddin Mas’ud, pertemuan yang telah diagendakan oleh Komisi III tersebut tak lain yaitu untuk melakukan sinkronisasi berbagai rencana pelaksanaan sejumlah kegiatan pembangunan infrastruktur. Dikatakan Hasanuddin, terdapat sejumlah rencana kegiatan yang nantinya akan dibahas. “Kita tentu berharap pelaksanaan kegiatan pembangunan berjalan baik dengan memperhatikan syarat serta aturan untuk menghindari kendala dan hal-hal yang tak diinginkan dikemudian hari,” ungkap Hasan dalam rapat Komisi III, Selasa (16/11).

Tak hanya Dinas PUPR dan PERA Kaltim, Komisi III DPRD Kaltim juga mengagendakan pertemuan dengan Dinas Perhubungan Kaltim pada hari yang sama. Selain itu, Kamis (18/11) Komisi III juga telah mengundang Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Dinas Kehutanan Kaltim, dilanjutkan Dinas ESDM dan Balitbangda Kaltim untuk melakukan rapat kerja di Kantor DPRD Kaltim. (adv/hms5)
TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.