Komisi II DPRD Kaltim Soroti Sejumlah Layanan Pengelolaan RSUD AWS

Kamis, 26 Oktober 2023 91
Ketua Komisi II DPRD Provinsi Kaltim, Nidya Listiyono
Komisi II memiliki tanggung jawab dalam mengawasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan aset daerah. Oleh karena itu, mereka mengundang direksi RSUD AWS untuk membahas transparansi pengelolaan dana di Kalimantan Timur. “Pengelolaan belanja umum daerah di Kalimantan Timur harus transparan dan dapat diakses oleh masyarakat,” tuturnya, Kamis (26/10/2023).

Selain itu, dibahas pula kasus-kasus seperti penggelapan dana TPP di rumah sakit tersebut hingga hal-hal yang perlu diantisipasi bersama. Ia juga mengungkapkan niatnya untuk mengundang Komisi IV, yang berfokus pada pelayanan masyarakat, namun pertemuan itu harus tertunda karena jadwal yang padat.

Dia juga meminta data pendapatan dari rumah sakit dan laboratorium yang ada di Kaltim, serta menekankan pentingnya dukungan terhadap rumah sakit sebagai pusat layanan kesehatan masyarakat.

Kemudian, ia juga menyoroti pentingnya sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dalam pengelolaan rumah sakit. Dia menekankan bahwa meskipun peralatan medis canggih, SDM yang berkualitas juga diperlukan. Oleh karena itu, dia mendorong peningkatan kualifikasi tenaga medis dan pelayanan yang baik.

Lanjutnya, rumah sakit di Kaltim merupakan salah satu rumah sakit terlengkap di Indonesia. Sebab itu, ia pun berharap agar masyarakat Kaltim dapat mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik di sana tanpa perlu pergi ke daerah lain.

Termasuk sistem manajemen yang baik dalam rumah sakit, termasuk sistem manajemen informasi, layanan medis, dan keuangan. Dia juga menekankan perlunya mencegah potensi penyalahgunaan dana dengan menggunakan teknologi seperti sistem cashless. “Kami berkomitmen untuk terus memantau dan meningkatkan pengelolaan rumah sakit dan pendapatan daerah demi kesejahteraan masyarakat Kaltim, ” tandasnya. (hms7)
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)