Jelang Nataru, Anggota DPRD Kaltim Akhmed Reza Fachlevi Minta Pemerintah Lebih Perhatikan Layanan Transportasi Publik

Senin, 16 Desember 2024 633
Anggota DPRD Kaltim Akhmed Reza Fachlevi
SAMARINDA – Menjelang perayaan hari besar Natal dan Tahun Baru 2025, Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Timur Akhmed Reza Fachlevi turut memberikan atensi.

Dalam kesempatannya, Reza meminta agar pemerintah dapat lebih memperhatikan pelayanan transportasi publik dan fasilitas pendukungnya jelang dan saat libur Nataru berlangsung. 

“Pemerintah dapat lebih memperhatikan pelayanan transportasi publik dan fasilitas pendukungnya di antaranya terkait dengan keamanan fisik, kenyamanan, kebersihan, efisiensi dan ketepatan waktu, inovasi digital. Serta yang paling utama adalah faktor keselamatan,” terang Reza dalam konten Instagram @kawan.arafah, Senin (16/12/24).

Selaras dengan itu, Ia juga menyampaikan imbauan menjelang libur Nataru kepada masyarakat Benua Etam. Hendaknya masyarakat tetap tertib dalam menggunakan fasilitas umum dan menjaga keselamatan selama bepergian.

Hal ini menjadi atensi khusus bagi legislator dapil Kabupaten Kutai Kartanegara mengingat besarnya mobilitas masyarakat dalam menyambut perayaan hari besar Natal dan Tahun Baru. Tentu keselamatan menjadi poin penting untuk seluruh elemen masyarakat yang ingin melakukan perjalanan baik dalam daerah maupun luar daerah.

Reza berharap Nataru kali ini menjadi momen spesial bagi masyarakat yang ingin berjumpa keluarga dan melaksanakan libur. Ia juga berpesan untuk menjaga kedamaian dan ketentraman antar sesama. (hms11)
TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.