Eksekutif Dan Legislatif Perlu Duduk Bersama

Selasa, 29 Juni 2021 119
Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Sutomo Jabir
Anggota DPRD Kaltim Sutomo Jabir menyampaikan bahwa kelemahan birokrasi dan kurangnya komunikasi dan koordinasi antara pemerintah provinsi ke pemerintah kab/kota serta antar OPD menyebabkan lambatnya pertumbuhan ekonomi kaltim. Hal itu disampaikan politisi muda ini didasari  Kaltim termasuk 5 besar rendahnya pertumbuhan ekonominya se-Indonesia pada Quartal l tahun 2021.

"Hal ini karena sektor industri, sektor galian dan pertambangan serta sektor kontruksi sebagai pemicu pertumbuhan ekonomi tidak bisa dikelola dengan baik.

Salah Satu penyumbang produk domestik regional bruto (PDRB) kita dari sektor kontruksi 8 sampai 10 persen, belum bisa di pacu karena serapan anggaran pemerintah di sektor konstruksi masih sangat rendah.” ucap Sutomo.

Terkait hal ini dirinya juga pernah menyampaikan dalam forum interupsi saat Rapat Paripurna DPRD Kaltim menerima waktu lalu. Ia juga meminta pimpinan segera mengundang kepala daerah untuk melaksanakan rapat konsultasi sesuai dengan arahan UU 23 tentang pemerintah daerah Pasal 207 poin d.

“Antara DPRD dan Eksekutif seharusnya melakukan rapat konsultasi secara berkala karena persoalan yang terjadi, baik pertumbuhan ekonomi yang lambat, angka pengangguran terbuka semakin besar, kemiskinan semakin meningkat dan ini bukan cuman tanggung jawab eksekutif saja tapi juga tanggung jawab legislatif,” jelasnya.

Menurutnya salah satu penyebab masih kurangnya penyerapan anggaran karena adanya kebijakan Pemprov untuk menggabung kegiatan minimal 2,5 milyar untuk 1 kegiatan, padahal sebelumnya kegiatan tersebut sudah terpecah sebelum di sahkan pada APBD 2021.

Dirinya juga beranggapan bahwa tidak ada urgensi dikeluarkannya pergub nomor 49 tahun 2020 tentang bantuan keuangan.

“Padahal sudah disepakati sebelumnya bahwa kegiatan bankeu bisa untuk kegiatan di bawah 2,5 m dan ini yang menghambat proses pembangunan infrastruktur di kaltim khusus nya bantuan keuangan," tutupnya. (adv/hms5)
TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.